Dradjad: Masih Panjang, 51% Saham Freeport Belum Bisa Dinikmati

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA – Ekonom senior Indef, yang juga anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad H Wibowo mengatakan, walau sudah ada pernyataan dari Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah telah berhasil mengambil alih 51 persen saham PT Freeport, namun 'kue'itu belum bisa dinikmati.

Beroperasi Juni 2024, Smelter Freeport di Gresik Bakal Diresmikan Jokowi?

Dijelaskan Dradjad, informasi yang ia peroleh Freeport masih belum bersepakat dengan tiga hal penting dengan pemerintah Indonesia. Pertama, hak jangka panjang PT Freeport yang sampai 2041.

Isu kedua, jelas Dradjad, mengenai kontrol operasional yang masih diinginkan Freeport walau bukan lagi pemegang saham mayoritas. Ketiga, isu lingkungan hidup.

Smelter Freeport di Gresik Mulai Produksi Agustus 2024 dengan Kapasitas 50 Persen

"Artinya memang transkasi ini masih panjang, masih banyak isu yang membuat transaksi ini masih berantakan. Jadi 51 persen itu belum kembali," kata Dradjad, di ILC tvOne, Selasa 17 Juli 2018.

Maka, walau saat ini masyarakat memahami bahwa Indonesia sudah menguasai Freeport, tetapi sebenarnya belum bisa dinikmati. Mengingat, kesepakatan di awal itu baru dari permintaan Inalum sebagai perwakilan pemerintah. Sementara dari pihak Freeport, belum disepakati sebab dalam negosiasi akan ada poin poin dari kedua pihak.

Freeport Indonesia Setor Rp 3,35 Triliun Bagian Daerah dari Keuntungan Bersih 2023

"Bapak itu belum akad nikah, tapi sudah mau menikmati, haram hukumnya," kata Dradjad mengandaikan.

Menurut Dradjad, jika melihat apa yang dilakukan Freeport selama ini, sebenarnya bisa juga mengabil jalur lain. Yakni membawa persoalan-persoalan itu ke pengadilan Arbitrase. Sebab, banyak dokumen yang dikeluarkan negara, baik itu BPK hingga Komnasham mengenai masalah yang terjadi di Freeport.

Dradjad mengatakan, dengan membawa banyak bukti itu, dan dibantu lobi-lobi diplomat dan kedutaan Indonesia, menurutnya sangat bisa perpanjangan Freeport dibatalkan. Sehingga, tidak akan memakan biaya.

"Kalau rute yang pertama berhasil, nol yang kita keluarkan bukan Rp55 triliun," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya