KPPU Periksa Kartel Obat

VIVAnews - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini tengah menangani perkara nomor 17/KPPU-I/2010 terkait kartel obat.

Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi menjelaskan, perkara ini telah memasuki tahap Pemeriksaan Pendahuluan (PP) yang dimulai pada 18 Februari 2010 dan akan berakhir pada 5 April 2010.

Majelis Komisi yang dalam perkara ini antara lain AR Siregar selaku ketua, Erwin Syahril, dan Didik Akhmadi. Perkara ini merupakan perkara inisiatif keenam yang ditangani pada tahun 2010 ini.

"Perkara ini berawal dari monitoring yang dilakukan oleh KPPU mengingat industri farmasi merupakan sektor yang strategis bagi perekonomian nasional ditinjau dari potensi pengembangan pasar domestik," kata Junaidi dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis, 4 Maret 2010.

Kinerja industri farmasi, kata dia, ditandai dengan fenomena konsentrasi industri dan tingginya beberapa harga untuk jenis obat-obatan tertentu di Indonesia, secara relatif dibandingkan dengan harga produk sejenis di beberapa negara lain.

Junaidi menjelaskan, kondisi tersebut menjadi indikasi awal dari potensi persaingan usaha tidak sehat dalam industri yang bersangkutan.

Kegiatan monitoring terhadap industri farmasi yang dilakukan KPPU, khusus dilakukan terhadap kelas terapi dengan tren setelah habisnya masa paten obat originator.

Dalam perkara ini, obat yang menjadi dugaan kartel adalah obat kelas amplodipine yang terdiri dari merk obat NV, TS, AM, dan D dengan konsentrasi pasar PT PF 55,8 persen dan PT DM 30 persen dengan rasio konsentrasi sebesar 93 persen dan Hirschman-Herfindahl Index (HHI) sebesar 4.050 yang melebihi standar batas konsentrasi pasar kompetitif, sebagai perbandingan, dalam aturan merger, jika ada merger yang mengakibatkan konsentrasi pasar di atas 1800 HHI berpotensi besar untuk ditolak/dibatalkan.

Produk Amlodipine merupakan obat obatan yang mengandung dihydropyridine derivative calcium-channel blockers yang digunakan secara spesifik untuk jenis penyakit yang terkait dengan kardiovascular dan habis masa patennya pada tahun 2007. Untuk kelas Amlodipine dengan dua merk utama yaitu NV dan TS, harganya jauh melebihi harga obat generik nya. Merk NV dijual dengan harga 2.39 kali lipat dari harga obat generiknya (atau 239 persen di atas harga obat generik yang merupakan substitusinya). Merk TS dijual dengan harga 2,13 kali dari harga generik atau 213 persen.

"Dengan demikian, ada dua indikasi yaitu pangsa pasar yang sangat tinggi berikut ekses harga dibanding harga generik yang begitu besar," ujarnya.

Pada tahun 2007, produsen NV dan TS mencatat bahwa periode 2008-2009, zat aktif amlodipine yang merupakan kandungan generik, mengalami penurunan harga dari range 120 ribu menjadi 90 ribu. Tapi, penurunan tersebut tidak diikuti dengan penurunan harga baik originator maupun branded generik. Bahkan dua merk yaitu NV dan TS malah tercatat mengalami kenaikan harga.

Struktur pasar yang terkonsentrasi tinggi, harga obat yang tidak turun dan cenderung naik bahkan ketika masa paten originator habis dan berharga turun menjadi indikasi awal dari dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prektek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam industri farmasi.

Untuk itu, dalam kerangka Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi mengagendakan  Pemeriksaan terhadap Terlapor I (PT PF) pada tanggal 8 Maret 2010 dan Terlapor II (PT DM) pada 9 Maret 2010.

Jasad Wanita Open BO yang Dibunuh Hanyut Dibuang di Kali Bekasi Hingga ke Pulau Pari
ilustrasi kelopak mata

Jangan Asal Pilih Lensa Kontak, Bisa Sebabkan 5 Masalah Serius Ini

Pakai lensa kontak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengguna seperti lebih ringan dan jarak pandang lebih luas.  Namun pemilihan lensa kontak yang salah bisa iritasi

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024