Rupiah Tertahan di 9.000/US$

VIVAnews - Bank Indonesia mengaku telah menjaga penguatan rupiah agar tak terlalu cepat. Penguatan tersebut juga didukung dengan fundamental ekonomi Indonesia yang baik.

Beberapa hari terakhir rupiah terus menguat mendekati level Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat. Pada transaksi valuta asing Bloomberg, Selasa 6 April 2010 pukul 09.00, rupiah ditransaksikan pada 9.042 per dolar AS, menguat 19 poin atau 0,21 persen. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia berada pada level 9.055 per dolar AS.

"Sebetulnya kalau dikatakan terlalu cepat kita berusaha jangan terlalu cepat," kata Pjs Gubernur BI Darmin Nasution di Kantor Presiden, Jakarta, Senin kemarin.

Menurutnya fundamental ekonomi Indonesia cukup baik. Pertumbuhan ekonomi akan lebih baik dari yang diperkirakan pada awal tahun, dan inflasi juga lebih rendah, termasuk kurs.

Pagi ini sejumlah mata uang di kawasan Asia Pasifik cenderung fluktuatif. Yen Jepang menguat atas dolar AS sebesar 0,21 persen ke level 94,1750 per dolar AS. Sementara itu dolar Singapura melemah 0,02 persen ke 1,3974 per dolar AS. Dolar Australia dan dolar Hong Kong masing-masing melemah 0,29 persen dan 0,002 persen.

Di pasar Eropa, nilai tukar euro terhadap dolar AS melemah 0,396 persen ke US$ 1,2431 dan pound sterling melemah 0,35 persen ke US$ 1,5242.

Sementara itu, pemerintah juga menyatakan mencermati trend penguatan rupiah dengan faktor arus modal yang masuk. Penguatan rupiah akan memberatkan jika terajdi secara terus menerus dan cepat.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani jika pergerakan rupiah dikaitkan dengan arus masuk secara jangka menengah yang paling cepat dibeli oleh investor adalah surat berharga dan saham sehingga menimbulkan penguatan rupiah.

Penguatan itu dari sisi impor akan lebih murah karena bisa menaikkan bahan mentah dan bahan antara untuk bisa menaikkan produktivitas di sektor manufaktur yang membutuhkan. Namun di sisi lain juga menimbulkan persoalan pada neraca pembayaran yang diganti oleh masuknya modal. Secara keseluruhan hal itu akan saling menyeimbangkan.

"Kalau kita lihat dari sisi kebijakan makro plus minusnya untuk ekspor itu menjadi nilai yang memberatkan kalau penguatan kita terus menerus dan cepat," ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin kemarin.

Menurut dia, yang perlu diwaspadai adalah jika terjadi distrosi karena adanya ketidakmampuan suatu sektor yang bergerak sesuai trend penguatan rupiah. "Kalau terjadi penguatan kemudian sifatnya mendadak dan menimbulkan spekulasi terhadap mata uang," katanya.

Menurut dia, secara jangka menengah, nilai tukar efektif saat ini masih dalam zona kompetitif. Trend Rp 9000- Rp 9.200 per Dolar AS sudah bergerak di kisaran itu untuk beberapa bulan. Untuk asumsi kurs dalam APBN, dia juga melihat indikasi kemungkinan di bawah Rp 9.500 itu sangat mungkin terjadi. "Sehingga kemungkinan trend penguatan di Rp 9.300 bisa kita gunakan," ujarnya.

hadi.suprapto@vivanews.com

Meiska Angkat Fenomena Istilah Badut dalam Lagu Terbarunya
Ilustrasi stres.

Jangan Anggap Remeh, Ini 4 Tanda yang Menunjukkan Anda Alami Stres

Belum banyak orang yang menyadari bahwa gejala stres juga bisa mempengaruhi kesehatan tubuh. Sangat banyak tanda-tanda yang menunjukkan anda terkena stres.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024