Kisah "Cabai Gawat" di Pasar Induk Kramatjati

Cabai
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews- Harga cabai terus melambung, bahkan menyentuh Rp90.000 hingga Rp100.000 per kilogram akibat panen yang tidak merata. Apalagi cabai tidak bisa disimpan lama sehingga cepat membusuk.

Tak hanya pembeli menjerit, penjual juga menjerit dan tidak suka dengan melonjaknya harga cabai. Salah satunya Jiman, pedagang cabai di Pasar Induk Kramatjati.

Terungkap, Polisi Sebut Chandrika Chika Sudah Setahun Lebih Pakai Ganja: Menganggapnya Hal Lumrah

Ia juga ikut berdebar-debar jika pasokan cabe terhambat. Ia mencontohkan salah satu daerah pemasok cabe adalah Banyuwangi. Jika Banyuwangi sore hari dilanda hujan, petani tidak memetik cabai atau berangkat ke Jakarta pada malam harinya.

"Jika sore hujan, maka kami harus bersiap-siap, besok paginya harga cabai akan gawat. Naiknya bisa dua kali lipat," katanya kepada VIVAnews di Pasar Kramatjati, Jakarta.

Celakanya, panen cabai hanya terjadi di satu lokasi yaitu Banyuwangi saja. Jadi semua pasar rebutan untuk mendapatkan cabai rawit merah dari Banyuwangi. "Yang membuat mahal karena lokasi panen tidak banyak," tambahnya.

Selain di Banyuwangi, daerah pemasok cabai rawit merah dari Rembang, NTT, Bali, Lombok dan Ujung Pandang. Namun daerah-daerah ini sudah habis stoknya dan tidak bersamaan panennya dengan Banyuwangi.

Cabai rawit merah sendiri di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur saat ini mencapai Rp80 ribu per kilogram. Namun jika sampai ke pedagang atau pengecer bisa Rp100 per kilogram.

Di sisi lain ia juga khawatir jika harganya terlalu tinggi akan menyulitkan pedagang. Pedagang takut jika tidak laku cabai akan busuk karena tidak bisa disimpan. Akhirnya Jiman terpaksa mengurangi jumlah pasokan cabainya. Jika biasanya ia membeli setiap jenis cabai merah kriting, cabai rawit merah dan cabai rawit ijo masing-masing sebanyak 4 ton per hari.

"Sekarang 4 ton itu untuk campur semua jenis cabai per harinya," kata Jiman.

Para pembeli pun mengurangi jumlahnya pembeliannya, jika biasa membeli 25 kg kini hanya membeli separonya. Para pembeli tidak berani membeli dalam jumlah banyak karena takutnya tiba-tiba harga turun.

"Memang banyak konsumen yang mengeluh, tapi masyarakat Jakarta masih mampu membeli. Gak papa biar petani menikmati," katanya.

Tak hanya pedagang cabai, pemilik Rumah Makan Padang juga mengeluh naiknya harga cabai. Pemilik RM Padan Talago Indah di Kawasan Taman Mini Indonesia Indah misalnya. Nelti, sang pemilik mengaku tak bisa berbuat banyak menyusul kenaikan harga cabai.

"Kalaupun saya kesal dengan kenaikan harga ini mau kesal sama siapa?" ujarnya kepada VIVAnews.

Namun naiknya harga cabai tak membuat ia mengurangi racikan bumbu masakannya. Ia takut cita rasanya berubah sehingga pelanggan kabur.
"Harganya juga tak mungkin dinaikkan," ujarnya.

Ia percaya nanti harga cabai akan turun perlahan. Namun jika harga cabai terus melonjak, tak menutup kemungkinan ia akan menaikkan harga masakannya. "Lihat sikonlah kalau naik terus, ya kami juga akan naik," kata Nelti.

Sementara di Pasar Induk Kramatjati harga cabai rawit merah saat ini Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram. (hs)

Suasana di rumah duka Mooryati Soedibyo

Suasana Rumah Duka Mooryati Soedibyo, Dipenuhi Pelayat dan Karangan Bunga

Pendiri Mustika Ratu sekaligus pencetus ajang Puteri Indonesia, Mooryati Soedibyo meninggal dunia pada Rabu dini hari, 24 April 2024 sekitar pukul 01.00 WIB.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024