Gaji Rangkap Pejabat Negara Dievaluasi?

Mustafa Abubakar
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVAnews - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak akan mempermasalahkan pendapatan ganda dari pejabat negara yang juga berprofesi sebagai komisaris pada perusahaan pelat merah.

Hyundai Santa Fe Baru Tertangkap Kamera sedang Tes Jalan di Jakarta

"Dari dulu juga begitu. Nggak masalah," kata Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, di kantornya, Jakarta, Jumat, 28 Januari 2011.

Menurut dia, aturan ini akan diserahkan kepada masing-masing kementerian. Namun, jika pemerintah akan mengubah aturan tersebut, Kementerian BUMN siap melakukan penyesuaian. "Kami akan sesuaikan, kalau pemerintah memutuskan untuk mengubah aturan itu," tuturnya.

Meski demikian, Mustafa enggan menyebutkan besaran pendapatan komisaris perusahaan pelat merah. "Itu sangat variatif, saya tidak akan menyebutkan angka," kata dia.

Apakah pendapatan pejabat tersebut lebih besar dari presiden, Mustafa menampiknya. "Tentu tidak, karena BUMN kita tidak sebesar itu," ujar dia.

Sekretaris Menteri BUMN Mahmudin Yasin mengatakan, Kementerian BUMN akan memberikan tunjangan kinerja atau remunerasi hingga 70 persen. "Kami akan lakukan tahun ini," kata dia.

Namun, untuk besaran gaji, menurut Yasin, diatur oleh Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, gaji (take home pay) eselon I Kementerian BUMN sebesar Rp15 juta dan eselon II Rp10 juta.

Sementara itu, untuk penetapan gaji direktur dan komisaris BUMN ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). "Besarannya tergantung kepada kemampuan perusahaan dan persetujuan pemegang saham," kata Yasin.

Sebelumnya, rencana kenaikan gaji 8.000 pejabat negara akan menjadi salah satu prioritas kerja Kementerian Keuangan tahun ini. Kenaikan itu akan didasarkan pada ketentuan dalam peraturan pemerintah yang mengatur struktur penggajian pejabat negara.

VIP Lounge Bethsaida Hospital Gading Serpong, Tangerang.

Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri, Rumah Sakit di Indonesia Kini Dibuat Layaknya Hotel Bintang 5

Banyak pasien Indonesia yang akhirnya lebih memilih untuk berobat ke rumah sakit luar negeri. Bahkan Jokowi mengungkap, Indonesia kehilangan devisa hingga Rp170 triliun.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024