Siapa Berhak Studi Proyek Jembatan Sunda?

Jembatan Selat Sunda
Sumber :
  • PT Bangungraha Sejahtera Mulia

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Konsorsium Banten-Lampung sebagai pemrakarsa pembangunan Jembatan Selat Sunda. Ketentuan itu tercatat dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda yang tetapkan pada 2 Desember 2011.

Konsorsium Banten-Lampung merupakan gabungan dari Pemprov Banten, Pemprov Lampung, dan mitra swasta, dalam hal ini PT Bangungraha Sejahtera Mulia, perusahaan milik pengusaha Tomy Winata.

Dalam Perpres itu, konsorsium yang belakangan diberi nama PT Graha Banten Lampung Sejahtera wajib menyiapkan proyek berdasarkan perjanjian kerja sama antara pemrakarsa dengan Badan Pelaksana yang diketuai Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Persiapan ini termasuk studi kelayakan dan desain dasar, rencana bentuk kerja sama, pembiayaan proyek, dan sumber dana, serta penawaran kerja sama.

Tak cuma menyiapkan, pemrakarsa juga wajib membiayai dan menyelesaikan penyiapan proyek, dalam hal ini studi kelayakan Jembatan Selat Sunda dalam waktu dua tahun sejak perjanjian dilaksanakan.

Apabila pemrakarsa tak bisa melakukan studi kelayakan pada waktu dua tahun, Badan Pelaksana akan mengevaluasi dan menetapkan langkah-langkah selanjutnya, termasuk mengeluarkan opsi perpanjangan waktu dan tidak melanjutkan kerja sama.

Namun, belakangan Peraturan Presiden ini menuai kontra. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan, ketimbang pemerintah menyerahkan studi kelayakan kepada swasta, lebih baik dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum.

Hal itu untuk menghindari adanya masalah dalam proses pengerjaan proyek jembatan terpanjang di Indonesia sejak awal. "Nanti, kalau disusun swasta dan tahu-tahu tidak layak, dan swastanya minta ganti kan jadi susah," kata Agus di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Agus menambahkan, anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah dalam pengerjaan studi kelayakan tersebut tidak sedikit, yaitu Rp1,5 triliun.

Sementara itu, hasil studi kelayakan yang diperoleh belum tentu sesuai dengan yang diinginkan pemerintah. Selain itu, informasinya bisa tidak semuanya diberikan.

Karena itu, Agus mengatakan ada beberapa poin dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 yang harus direvisi, termasuk dalam jaminan keuangan. "Perpres itu mencantumkan dukungan jaminan pemerintah," ungkapnya.

Agus menuturkan, keinginannya tersebut bukan tidak beralasan. Berkaca pada pengalaman, banyak proyek yang dilakukan pemerintah terkendala karena studi kelayakannya dilakukan swasta.

Ketika ada masalah dalam pengerjaan, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, karena telah terikat kontrak penjaminan yang telah disepakati saat pengerjaan studi kelayakan.

Respons Santai Jokowi Sudah Tak Dianggap Kader PDIP Lagi: Terima Kasih

Melihat polemik seperti ini, konsorsium tetap mengerjakan prastudi kelayakan, seperti dalam perjanjian awal. Direktur Utama PT Graha Banten Lampung Sejahtera, Agung R Prabowo, mengatakan pihaknya masih terus berpegang pada Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 yang menunjuk perusahaannya sebagai pemrakarsa.

"Kami hanya bekerja saja dan sampai saat ini kami merujuk pada Perpres yang masih berlaku," kata Agung di Jakarta, Rabu 4 Juli 2012. (art)

Kenang Sosok Mooryati Soedibyo, Nadia Mulya: Kartini Modern
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Maret 2024

Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, AHY: Saatnya Rekonsiliasi

AHY meminta semua pihak agar legowo dengan keputusan MK.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024