- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews - Harga emas di pasar berjangka Amerika Serikat menetap di bawah US$1.650 per ounce pada penutupan transaksi Senin waktu setempat, terendah pada lima pekan terakhir.
Analis menghubungkan penurunan harga tersebut dengan dirilisnya laporan upaya terkoordinasi untuk mencegah perang mata uang di antara kelompok tujuh negara (G7).
Liburan tahun baru Imlek, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa 12 Februari 2013, turut memberi tekanan pada harga emas dalam sisi teknis dan volume perdagangan di Asia.
Emas untuk pengiriman April merosot US$17,80 atau 1,1 persen di posisi US$1,649.10 per ounce di divisi Comex New York Mercantile Exchange. Menurut data FactSet, emas mendapat posisi terendah sejak 7 Januari lalu.
Chintan Karnani, konsultan independen di New Delhi berpendapat, spekulasi investor atas pernyataan G-7 berdampak pada harga emas dan perak. Sebab, para pedagang membatasi posisi pembelian dan memilih menunggu hasil pertemuan yang diharapkan dirilis akhir pekan ini.
Kelompok G-7 terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jepang.
Dilaporkan, para pejabat G-7 tengah mempertimbangkan pernyataan yang akan disampaikan demi menghindari perang mata uang. Pernyataan G-7 itu bakal dirilis menjelang pertemuan para menteri keuangan dan pejabat gubernur bank sentral negara-negara G-20 di Moskow pekan ini.
Pernyataan itu ditengarai akan mengisyaratkan bahwa kekuatan ekonomi besar tidak akan menikmati devaluasi mata uang secara sepihak.
Sementara itu, dari dalam negeri dilaporkan, harga emas batangan di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk pada perdagangan hari tak bergerak. Emas batangan Antam dilepas pada harga Rp576.200 per gram.
Untuk emas batangan lima gram dilepas dengan harga Rp2.731.500, ukuran 10 gram Rp5.422.000, dan 25 gram Rp13.480.000. Emas batangan ukuran 250 gram dijual Rp134.250.000. Adapun harga beli kembali (buyback) emas Antam pada perdagangan hari ini sebesar Rp517.000 per gram. (asp)
Pasien Imunodefisiensi Primer Minta Pemerintah Masukkan Terapi IDP ke dalam Formularium Nasional
Tanpa pengobatan yang tepat, pasien dengan IDP akan mengalami infeksi berulang dan berat, meningkatkan angka perawatan rumah sakit, bahkan kematian,
