VIVAnews - Pengamat Ekonomi INDEF Fadil Hasan menilai liberalisasi telah membuat petani Indonesia tidak bisa sejahtera. Ini karena petani yang hanya punya lahan kurang dari setengah hektar harus melawan petani asing yang berlahan luas dan disubsidi pemerintah.
Fadil membandingkan bagaimana kondisi petani saat orde baru sebelum krisis 1997-1998, dengan zaman reformasi dan sekarang. Sektor pertanian Indonesia yang menyerap 44 persen tenaga kerja, mayoritas kondisinya miskin.
"Meski konteks ketahanan pangan kita itu diperlukan, tapi tidak ada perhatian," ujarnya dalam diskusi stop dikte asing di Intiland Tower, Selasa 2 Juni 2009.
Ia mengatakan petani Indonesia yang serba minimal harus dibanding dengan petani luar berteknologi tinggi dan disubsidi. "Misal di Eropa, untuk satu sapi mereka di subsidi US$ 2 per hari per ekor. Jumlah ini, itu ukuran untuk pendapatan orang miskin kita," katanya.
Sehingga menurut Fadil, secara struktur petani Indonesia tidak bisa dibanding dengan petani luar. Kondisi diperparah karena setelah krisis 1998, pasca masuknya IMF dna lembaga multi lateral lain, Indonesia harus diliberalkan semuanya baik dari sektor pertanian, pertambangan smapai ke perbankan.
Maka dengan liberalisasi ini, Indonesia tidak akan bisa dipertahankan. Lebih-lebih dengan liberalisasi perdagangan, siapapun pengusaha di Indonesia boleh mengimpor beras. Sehingga nasib petani, semakin parah. Oleh karena itu pemerintah harus membuat instrumen lain yaitu dengan proteksi tarif dan non tarif. "Untuk di zaman Pak JK pada tahun 2000-an, fungsi Perum Bulog sebagai pengimpor tunggal kembali difungsikan," katanya.
Memang, kata dia, dibandingkan masa orde baru nasib petani lebih tidak terombang-ambing dari segi harga. Karena belum ada liberalisasi, petani yang menanam bulan Oktober, sebelum Januari panen, sudah tahu berapa harga yang bisa djual. "Kondisinya berbeda setelah IMF masuk," katanya.
Hal yang sama juga dialami Pertamina jika dibanding Petronas. Menurut Fadil, Petronas yang semuanya hampir mengadopsi Pertamina kini tumbuh lebih baik. Penyebab mundurnya Pertamina adalah karena termarginalisasi di negeri sendiri. "Ini karena alasan tidak boleh campur tangan pemerintah oleh IMF," katanya.
VIVA.co.id
29 Maret 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) telah menyiapkan layanan Bengkel Siaga untuk mobil dan sepeda motor yang tersebar di 66 titik guna menyambut mudik lebaran 2024.
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
10 hari lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Cara Sahur yang Baik dan Sehat Menurut Kata Dokter, Tak Boleh Tidur Lagi Setelah Makan!
IntipSeleb
1 jam lalu
Berikut ini panduan lengkap tentang cara sahur yang baik dan sehat, serta tips-tips praktis untuk menjalani puasa dengan penuh energi dan kesehatan menurut dr. Gammarida.
Diboikot Rhoma Irama 21 Tahun Lalu, Inul Daratista Bahas Baju Ngebor yang Menghebohkan
JagoDangdut
sekitar 1 jam lalu
21 tahun silam, nama Inul Daratista menggemparkan dunia dangdut Indonesia. Goyang Ngebornya yang sensual dan kostumnya yang berani menuai kontroversi besar.
Selengkapnya
Isu Terkini