Ini Dampak RI Ikut Trans Pacific Partnership

Ekspor Indonesia Didongkrak lewat Produk Daur Ulang
Sumber :
  • Miranti Hirschmann/Frankfurt

VIVA.co.id – Bergabungnya Indonesia dalam perjanjian pakta perdagangan bebas antarnegara Asia-Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) dianggap mampu mendongkrak pertumbuhan ekspor dalam negeri, terutama di sektor industri padat karya seperti produk tekstil maupun alas kaki.

BPS: September 2021 Ekspor Pertanian-Pertambangan RI Kinclong

Hal ini diakui oleh Direktut Riset Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal dalam sebuah diskusi di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Meski begitu, Faisal menilai, bergabungnya Indonesia ke TPP tidak akan terlalu memengaruhi peningkatan ekspor nasional secara signifikan.

Faisal menjelaskan, hampir sebagian produk ekspor terbesar di Indonesia saat ini sudah mendapatkan tarif impor yang sangat rendah dari negara-negara yang selama ini meminati produk tersebut. Misalnya, seperti Amerika Serikat dan Kanada.

Aroma Jengkol Mendunia Saat Pandemi, Sumbar Sumbang 1,8 Ton

Di samping itu, permintaan produk ekspor yang selama ini menjadi andalan untuk menopang laju ekonomi nasional pun justru terlihat melemah, bahkan trennya justru menurun. Karena alasan itu, Faisal melihat bahwa TPP tidak akan terlalu berdampak bagi pertumbuhan ekspor.

“Bergabung dengan TPP tidak akan banyak berpengaruh terhadap peningkatan ekspornya,” tegas Faisal, Rabu 18 Mei 2016.

BPS: Januari 2021, Ekspor Pertambangan RI Tumbuh Paling Tinggi

Namun, untuk produk ekspor yang sudah memiliki daya saing tinggi dan mengenakan tarif impor yang jauh lebih besar, Faisal meyakini manfaat TPP akan jauh lebih terasa secara maksimal. Tetapi, hal ini pun harus tetap diiringi perbaikan-perbaikan oleh pemerintah.

“Potensi peningkatan ekspor tidak akan maksimal, jika tidak diikuti dengan perbaikan pada faktor di luar trade barriers yang menghambat daya saing,” kata dia.

Salah satu contohnya, lanjut Faisal, yakni mengenai biaya arus logistik ke luar negeri. Menurut dia, Indonesia sudah jauh tertinggal dari negara lain yang sudah terlebih dahulu memiliki sistem arus logistik yang jauh lebih efisien. Hal ini yang pada akhirnya menjadi hambatan.

“Biaya international shipment yang tinggi akan menyulitkan produk eskpor Indonesia bersaing dengan produk eskpor negara lain,” tuturnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya