Apa Sih Manfaat Turunnya BI Rate

foto ilustrasi suku bunga
Sumber :

VIVA.co.id – Keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 6,5 persen ini di luar prediksi. Sebab, bank sentral diperkirakan bakal memangkas suku bunga pada Juli.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Apalagi bulan ini terdapat beberapa agenda penting, yakni rapat kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS)  terkait nasib suku bunga AS, dan referendum Inggris soal kepastian apakah mereka akan bertahan atau meninggalkan Uni Eropa. 

Selain itu, adanya pembayaran dividen yang marak terjadi sepanjang bulan keenam tahun ini, sehingga permintaan dolar AS tinggi. Hal-hal ini tentu saja akan memengaruhi perekonomian nasional. 

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

Kendati demikian, Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra menilai, keputusan BI tersebut sepertinya karena BI melihat semua itu cukup terkendali, sehingga memutuskan untuk melakukan kebijakan pelonggaran moneter dan makroprudensial.

"Awalnya, kami memprediksi bulan Juli BI menurunkan BI Rate. Tapi, BI melihat inflasi dan rupiah cukup terkendali, maka suku bunga BI diturunkan bulan ini," kata Aldian, dikutip dari siaran persnya, Sabtu, 18 Juni 2016.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

Dengan penurunan BI Rate, maka Aldian memperkirakan pada semester II 2016 ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih baik dibanding sebelumnya. Penurunan suku bunga acuan juga diyakini membuat industri perbankan menurunkan bunga kreditnya.

"BI lagi all out. Bunga acuan turun, LTV (rasio kredit terhadap nilai agunan) dinaikkan. Uang muka beli rumah kedua juga diperlunak, lalu giro wajib minimum batas bawah dinaikkan," kata Aldian.

Ini semua, menurut dia, bertujuan untuk mendongkrak kredit. Dengan demikian, outlook ekonomi Indonesia bisa terlihat dan masih ada katalis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Terlebih, di saat kondisi ekonomi global saat ini belum pulih. Kendati demikian, sektor komoditas menunjukkan perbaikan dari posisi terendah tahun ini.

"Harga minyak naik 76 persen, batu bara 47 persen, dan CPO (minyak kelapa sawit) 15 persen," tutur dia.

Fokus infrastruktur

Sementara di sisi investasi, mayoritas investasi, yakni sekitar 70 persen, adalah investasi infrastruktur. Sementara 20 persen dari industri manufaktur, seperti mesin alat berat dan pembelian mobil, serta lain-lainnya. 

Ia menjelaskan fokus pemerintah tetap bagaimana mendorong pembangunan infrastruktur. Hal ini terlihat dari rancangan pendapatan dan belanja negara perubahan, yang diajukan pemerintah. Dari pemotongan anggaran Kementerian/Lembaga sekitar Rp50 triliun, ternyata belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Perhubungan hanya dipotong Rp13 triliun.

"Meski anggaran infrastruktur dipotongnya kecil, tapi pemerintah menambah anggaran pembebasan lahan dan suntik modal ke perusahaan BUMN (badan usaha milik negara) seperti PLN. Ini menunjukkan bahwa fokus pemerintah tidak berubah," ujar Aldian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya