Oleh-oleh Menkeu Sri Mulyani dari Pertemuan G-20

Ilustrasi negara-negara G-20
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati baru saja kembali ke Indonesia pada hari ini, Rabu 7 September 2016 usai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara anggota G-20 di Hangzhou, China 

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Dalam kondisi yang kurang prima, Menkeu menjabarkan hasil pertemuannya dengan para pimpinan negara anggota G-20 dalam rapat kerja pembahasan asumsi makro ekonomi bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di gedung parlemen, Rabu malam.

Sri Mulyani menjelaskan, dalam forum tersebut, hampir seluruh pimpinan negara anggota G-20 maupun lembaga-lembaga internasional mengutarakan kekecewaannya karena tidak mampu mengangkat kembali pertumbuhan ekonomi dunia, yang saat ini masih relatif rendah.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

"Tujuh tahun berturut-turut pertumbuhan dunia tumbuh di bawah 3,5 persen. Mereka kecewa, kenapa tidak mampu mencapai level pertumbuhan sebelum krisis," kata Menkeu di gedung parlemen, Rabu malam 7 September 2016.

Menurut Menkeu, kekecewaan para pemimpin negara anggota memang lantaran adanya faktor supply dan demand, di mana awal mulanya ditenggarai oleh stagnasi produk-produk yang berasal dari negeri TIrai Bambu, China. Hal ini, hingga kini pun masih terasa.

Investasi Rp1 Triliun, Bukit Pramuka Jadi Destinasi Cantik Labuan Bajo

Artinya, aktivitas perdagangan antar negara pun masih melesu. Terbukti dalam tiga tahun terakhir hingga tahun lalu, kinerja dagang Indonesia masih dalam posisi negatif. Tentunya, implikasi tersebut tidak hanya berpengaruh bagi Indonesia, melainkan juga seluruh dunia.

“Ini bukan versi saya. Ini suasana di G-20. Pasar ekonomi terbesar, dan mesin pertumbuhan terbesar ekonomi dunia,” katanya.

Maka dari itu, faktor eksternal pun tetap tidak bisa diharap banyak untuk menggenjot pertumbuhan tahun depan. Maka, konsumsi pemerintah dan masyarakat, serta aksi korporasi yang melakukan investasi diharapkan bisa menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Ciptakan optimisme

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengakui, bukan hal mudah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi masyarakat maupun Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi. Pemerintah pun harus meyakinkan para stakeholder terkait.

Misalnya dari sisi konsumsi. Apabila melihat asumsi inflasi yang disepakati di angka empat persen, maka diharapkan asumsi tersebut bisa menjadi cerminan bahwa daya beli masyarakat tidak akan tergerus. Akan tetapi, perlu ada penopang lain.

“Konsumsi bisa bertahan atau lebih baik, kalau confidence muncul. Confidence muncul dari mana? APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang kredibel,” tuturnya.

Dengan postur kas keuangan negara yang lebih terencana, tentu masyarakat akan lebih mendapatkan kepastian. Hal ini pun juga nantinya berimplikasi terhadap sektor investasi. Harapannya, sektor investasi bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 6,1 persen.

“Paling penting adalah korporasi, karena di the real engine of growth yang dibentuk dari sisi PMTB,” tutur dia.

Menkeu yakin, kondisi domestik Indonesia masih mampu dijadikan mesin pertumbuhan ekonomi nasional, tanpa harus mengandalkan faktor eksternal yang memang selama ini menjadi tumpuan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya