- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Perdagangan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih melemah meski pun pada penutupan kemarin berhasil menguat 68 poin (0,51 persen) ke Rp13.168 per dolar AS.
Analis NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan, laju rupiah cenderung bergerak melemah seiring sentimen negatif global, khususnya masih melemahnya laju harga minyak mentah dunia.
"Rupiah berpeluang melanjutkan pelemahan mengingat rilis cadangan minyak tersebut nantinya dapat dijadikan momentum para pelaku pasar untuk melakukan aksi profit taking terhadap risk money seperti rupiah ini yang sempat menguat sebelumnya," kata dia di Jakarta, Rabu, 14 September 2016.
Reza menyampaikan, laju mata uang Negeri Paman Sam cenderung bergerak flat terhadap Yen dan Euro pada perdagangan kemarin. Keadaan tersebut merupakan imbas adanya pesan dovish atau pandangan perekonomian yang akan terjadi dari Lael Brainard sebagai salah satu petinggi The Fed.
"Sehingga berdampak pada laju dolar AS yang bergerak menguat cenderung berbalik arah positif dari pelemahan sebelumnya," tuturnya
Reza menjelaskan, berawal dari pandangan Gubernur Fed, Lael Brainard, anggota voting komite kebijakan bank sentral AS yang mengatakan dalam sebuah pidato di Chicago bahwa kemajuan ekonomi yang berlanjut akan membuat Fed mempertahankan kebijakan moneter yang longgar.
Tetapi, pernyataan ini disanggah beberapa petinggi The Fed lainnya. Presiden Fed Atlanta, Dennis Lockhart, mengatakan kondisi-kondisi ekonomi saat ini menyerukan diskusi serius tentang suku bunga pada pertemuan September. Presiden Fed Boston Eric Rosengren mengatakan dalam pidatonya pekan lalu bahwa suku bunga rendah meningkatkan peluang overheating atau kepanasan pada ekonomi AS.
"Hari ini kami perkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp13.200 hingga Rp13.120 per dolar AS," ujarnya.