Wisata Pulau Bali Mulai Memudar, Apa Penyebabnya?

Menikmati Keindahan Pantai Kuta Bali
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali tengah gusar dengan semakin memudarnya budaya sebagai basis pariwisata di Pulau Seribu Pura itu.

Kejuaraan Golf Internasional, Pj Gubernur Sumut Optimis Jadi Ajang Pembinaan Atlet

Ketua PHRI Bali, Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, mengaku gusar dengan maraknya objek pariwisata dunia malam. Menurutnya, hal itu saat ini sedang menjadi tren di Bali.

"Yang kami khawatirkan berkembangnya objek pariwisata malam. Memang saat ini menjadi tren. Saya tidak katakan itu jahat seperti ada diskotek, kelab malam dan lain sebagainya. Itu kebanyakan, komposisi dengan pariwisata Bali yang berbasis budaya, koor-nya semakin mengecil," kata Cok Ace saat dihubungi, Rabu 14 September 2016.

Pariwisata Hijau dan Berkelanjutan Bakal Jadi Fokus Kemenparekraf

Hal itu yang menurutnya menjadi penyebab pergeseran wisatawan yang hadir ke Bali. Meski dari hasil survei separuh lebih turis yang datang ke Bali lantaran ingin menikmati atraksi budaya, namun tak sedikit pula yang datang ingin menikmati kebebasan di Pulau Dewata.

"Ini yang menyebabkan pergeseran wisatawan yang datang ke Bali. Dari survei yang sudah dilakukan, 50 persen, bahkan 65 persen tujuan ke Bali itu memang untuk budaya. Budaya itu tidak melulu dicerminkan dengan pura atau upacara adat, karena perilaku, nilai-nilai yang dijunjung tinggi, keramah-tamahan, itu yang membuat 65 persen orang datang ke Bali," tutur dia.

Arab Saudi Dirikan Maskapai Baru, Rute Riyadh-Afrika Akan Terealisasi

Hanya saja, jika objek yang menggeser pariwisata Bali berbasis budaya terus dibiarkan, bukan tak mungkin pariwisata Bali akan mengalami pergeseran nilai.

"Kalau sekarang akhirnya dibuat objek yang menggeser nilai-nilai budaya itu, ini menjadi mengerdilkan budaya dan memberikan ruang-ruang nilai baru masuk ke Bali," kata dia.

Cok mengaku sudah mengingatkan sejak lama mengenai hal ini. "Saya dari dulu sudah khawatirkan hal ini akan terjadi di Bali. Saya sudah prediksi. Tapi ketika saya sampaikan hal ini saya dibilang apriori. Tapi akhirnya kan sekarang jadi fakta," ujar dia. Dampak persaingan harga lantaran tak diatur oleh pemerintah secara zonasi terasa betul bagi para investor.

"Katakanlah persaingan harga, ini kan soal zonasi. Bagaimana bisa hotel-hotel yang kelasnya di atas Rp3 juta yang bintang lima, bintang empat, sekonyong-konyong ada hotel yang budget-nya Rp300 ribu per malam di tempat yang sama. Kan tidak adil. Ini yang menyebabkan terjadinya banting-bantingan harga, bantingan pelayanan, pasti begitu. Tidak sehat," katanya.

Tiga hal

Hal itu terjadi lantaran ada tiga hal penting yang tak diindahkan oleh pemangku kebijakan. Jika tak diperhatikan serius, Cok Ace memprediksi bukan tak mungkin pariwisata Bali berbasis budaya akan kian memudar.

"Pertama, kita memang terbentur otonomi daerah. Masing-masing daerah punya cara sendiri untuk memajukan daerahnya. Ini juga menjadi persoalan kita. Karena kita tidak bisa membuat desain Bali secara menyeluruh," kata dia.

Kedua, kalaupun ada aturan yang sangat terbatas yang dimiliki Bali, namun banyak dilanggar. Ketiga, komitmen, khususnya pengusaha dan juga masyarakat. "Beberapa komponen masyarakat komitmennya menjaga Bali itu sudah mulai redup. Ini tiga hal yang perlu dibenahi," kata Cok Ace. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya