Bank Dunia: 2018, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,5%

Pengerjaan Proyek Jalan Tol Becakayu
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan tetap bertahan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan. Meski begitu, kawasan ini akan tetap menghadapi tantangan dan berbagai risiko besar untuk tumbuh.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

“Pertumbuhan Indonesia akan naik secara stabil, dari 4,8 persen pada tahun 2015, menjadi 5,5 persen di tahun 2018,” kata Wakil Presiden Bank Dunia Victoria Kwakwa, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2016.

Menurut Kwakwa, di antara negara-negara berkembang besar, prospek paling kuat berada di Filipina, di mana pertumbuhan ekonominya diharapkan mampu menembus angka 6,4 persen tahun ini, serta Vietnam yang meski tahun ini pertumbuhannya akan terhambat, namun bisa kembali pulih di 2017.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

Proyeksi pertumbuhan Indonesia yang mencapai 5,5 persen di tahun 2018, menurut Kwakwa akan tetap bergantung pada kenaikan investasi publik, dan suksesnya perbaikan iklim investasi, serta perbaikan dari kenaikan penerimaan.

“Sementara di Malaysia, pertumbuhan akan jatuh secara tajam ke 4,2 persen di tahun 2016, dari 5 persen tahun lalu. Ini disebabkan permintaan global yang melemah, terhadap minyak dan produksi ekspor,” ujar Kwakwa.

Erick Imbau BUMN Beli Dolar AS Besar-besaran, Menko Perekonomian hingga Wamenkeu Bilang Gini 

Disamping itu, laporan Bank Dunia juga menyebutkan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang kecil telah memburuk, terutama yang beriorientasi komoditas.

Misalnya, seperti Mongolia, yang diproyeksikan tumbuh hanya sekitar 0,1 persen, turun dari 2,3 persen pada tahun 2015. “Ini akibat melemahnya ekspor mineral, dan pengendalian utang,” katanya.

Sedangkan ekonomi Papua Nugini, diperkirakan akan tumbuh mencapai 2,4 persen di tahun 2016, turun drastis dari pertumbuhan pada tahun 2015, yang tercatat sebesar 6,8 persen. Hal tersebut disebabkan turunnya harga dan output tembaga, serta LNG. Sebaliknya, pertumbuhan akan tetap kuat di Kamboja, Laos, dan Myanmar.

“Walaupun ada prospek yang menjanjikan, pertumbuhan di kawasan ini bergantung berbagai risiko besar. Pengetatan keuangan global, pertumbuhan global yang terus melambat, atau perlambatan di Tiongkok yang datang lebih awal dari yang sudah diantisipasi,” tutur Kepala Ekonom Bank Dunia Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya