Sentimen Positif Mulai Surut, Rupiah Bergerak Datar

Dolar AS dan rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Perdagangan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini diperkirakan bergerak cenderung mendatar atau flat lantaran sentimen positif pendukung mulai surut.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Analis NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan, pelaku pasar terlihat mulai kehabisan sentimen positif terkait program pengampunan pajak alias tax amnesty, sehingga menyebabkan laju rupiah cenderung bergerak flat meski mampu kembali menguat tipis.

Menurutnya, saat ini pelaku pasar lebih melihat sentimen global di mana mereka mengambil sikap wait and see terhadap rilis beberapa data ekonomi AS yang akan diumumkan. Hal ini diharapkan dapat mendukung penguatan mata uang garuda meskipun terbatas.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

"Penguatan terbatas ini setelah pelaku pasar wait and see jelang rilis beberapa data ekonomi di AS. Rupiah masih berpotensi bergerak sideways (pergerakan cenderung mendatar) di tengah minimnya sentimen," ujarnya di Jakarta, Senin, 10 Oktober 2016.

Pihaknya memperkirakan, rupiah akan bergerak di kisaran batas bawah Rp13.020 per dolar AS, dan batas atas di level Rp12.976 per dolar AS.

Erick Imbau BUMN Beli Dolar AS Besar-besaran, Menko Perekonomian hingga Wamenkeu Bilang Gini 

Di samping itu, Reza juga memaparkan, laju dolar AS pekan lalu bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang dunia menyusul komentar radikal pejabat The Fed.

Laju mata uang Paman Sam tersebut menguat setelah pernyataan Presiden Federal Reserve bagian Cleveland, Loretta Mester, yang mengatakan perekonomian AS sudah siap untuk kenaikan suku bunga.

"Laju USD Indeks terlihat bergerak menguat 0,33 persen sehingga menyebabkan adanya aksi jual dari berbagai mata uang dunia. Laju GBP terus bergerak melemah dan kini berada di posisi terendah dalam 31 tahun terakhir setelah langkah Inggris yang semakin komprehensif untuk keluar dari Uni Eropa," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya