- Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id – Pemerintah telah memutuskan untuk menyesuaikan tarif listrik tak bersubsidi untuk 12 golongan pada Oktober ini. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, kenaikan harga minyak mentah Indonesia, serta laju inflasi bulanan menjadi pendorong disesuaikannya tarif listrik.
Di samping itu, pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, juga memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok dengan rata-rata 10,54 persen. Meskipun baru diberlakukan pada tahun depan, namun ada kecenderungan harga rokok di pasaran sudah mulai merangkak naik saat ini.
Lantas, seberapa besar pengaruh dua komponen tersebut terhadap perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) hingga akhir tahun? Mengingat, tarif listrik dan rokok memiliki bobot besar terhadap inflasi nasional.
“Kenaikan tarif listrik dan kenaikan tarif cukai rokok belum terlalu signifikan kepada inflasi hingga akhir tahun,” jelas Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Rabu 12 Oktober 2016.
Josua mengakui, perubahan kebijakan dari kedua komponen tersebut tentu akan memiliki andil terhadap laju inflasi di sisa tiga bulan tahun ini. Misalnya, dari sisi kenaikan cukai. Menurutnya, langkah para pedagang eceran yang sudah mulai menaikkan harga rokok akan memberikan pengaruh tersendiri.
Apalagi, lanjut Josua, trend IHK di akhir tahun memang sedikit menekan inflasi tahunan. Terutama, dari sisi permintaan sejumlah komoditas yang melonjak, menjelang hari-hari raya umat beragama yang jatuh dipenghujung tahun. Meski begitu, ia optimistis laju inflasi akan tetap terkendali.
“Kami optimistis inflasi bisa dikisaran 3 persen-3,5 persen. Secara year to date, bisa di bawah tiga persen. September kemarin inflasi kalender baru 1,97 persen, jauh lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar 2,24 persen,” katanya.
Demi menjaga laju inflasi tetap terkendali, Josua menegaskan, koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia maupun para pemangku kepentingan terkait harus kembali diselaraskan. Terutama, dari sisi optimalisasi permintaan komoditas yang berpotensi melonjak di akhir tahun.
“Bisa optimalisasi peran Bulog, dengan operasi pasar. Supaya bisa menekan kenaikan harga dari tarif volatile food. Masalah tata niaga dan distribusi komoditas pangan memang harus dibenahi. Harus lebih aware lagi untuk menstabilisasi,” tutur dia.
(ren)