Mengapa Ekspor RI Masih Negatif?

Aktivitas Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Neraca perdagangan pada September 2016 mengalami surplus sebesar US$1,22 miliar. Secara kumulatif sejak Januari-September, aktivitas perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar U$5,67 miliar, dengan total nilai ekspor sebesar US$104,36 miliar dan impor sebesar US$98,69 miliar.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Meski begitu, kinerja ekspor Indonesia sampai saat ini masih tercatat negatif. Ekspor September tercatat sebesar US$12,51 miliar. Angka ini turun 1,84 persen, dibandingkan nilai ekspor pada Agustus lalu. Bahkan secara year on year, kinerja ekspor pun tercatat masih negatif, yaitu minus 0,59 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengungkapkan, belum menggeliatnya aktivitas perdagangan Indonesia memang menjadi cerminan bahwa perekonomian global belum sepenuhnya pulih. Salah satunya, dari sisi harga komoditas yang masih belum membaik.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

"Jadi perlu diversifikasi produk ekspor, dan membuka peluang ke negara lain," ujar Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin, 17 Oktober 2016.

Kecuk mengakui, kinerja ekspor Indonesia, baik itu non minyak dan gas maupun migas memang bergerak bervariasi. Ada beberapa komoditas ekspor yang meningkat, juga ada beberapa yang turun tipis selama periode sejak Januari-September.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Misalnya dari sisi ekspor non migas, seperti perhiasan dan permata yang secara kumulatif mengalami surplus sebesar US$15,83 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor mesin pesawat mekanik juga mencatatkan surplus sebesar US$3,16 juta. Namun, beberapa golongan barang lain justru masih defisit.

Ekspor timah sampai saat ini masih defisit minus US$19,64 juta, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor benda-benda dari besi dan baja juga mengalami defisit sebesar US$15,12 juta. Sementara ekspor lemak dan minyak hewan, defisit minus US$14,04 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Meski pun pertumbuhan ekspor masih mencatatkan defisit, namun Kecuk mengaku bahwa hal tersebut tidak akan menjadi masalah besar. Selama, pemerintah mampu melakukan diversifikasi produk dan membuka peluang untuk menjajakan produk Indonesia di negara-negara lain, maka ekpsor pun bisa kembali bergeliat.

"Ada pattern yang mengarah ke positif. Menurut saya tidak mengkhawatirkan. Kami harap akan naik di empat bulan ke depan," katanya.

Pasar Afrika menggiurkan

Senada dengan Kepala BPS, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyarankan pemerintah, agar segera membuka ladang baru pangsa pasar ekspor nasional. Afrika, kata dia, merupakan salah satu negara yang bisa menjadi destinasi potensial produk-produk dalam negeri.

"Kita sudah punya kaki untuk masuk ke Afrika, karena kita sudah ekspor tekstil di sana," ungkap dia.

Berdasarkan data BPS, negara-negara ASEAN, Tiongkok, Jepang, Uni Eropa, serta Amerika Serikat masih menjadi pasar andalan produk-produk dalam negeri. Pada September, total ekspor ke ASEAN selama periode Januari-September 2016 mencapai US$20,81 miliar.

Kemudian disusul dengan Amerika Serikat dengan US$11,59 miliar, Uni Eropa sebesar US$10,43 miliar, Tiongkok sebesar US$9,71 miliar, dan Jepang sebesar US$10,07 miliar. Menurut Sasmito, apabila ada pangsa pasar ekspor baru, maka tentu akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja ekspor nasional.

"Kalau kita berhasil masuk ke Afrika, maka ke Eropa akan lebih mudah. Kita cari aman saja. Seperti Mesir itu juga besar potensinya," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya