Menkeu: Masyarakat Bawah Hanya Dapat Rembesan Ekonomi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • Chandra G.A/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berkomitmen untuk mengentaskan kemiskinan. Tak tanggung-tanggung, komitmen tersebut ditujukan dari adanya kenaikan porsi anggaran pendidikan sebesar dua persen dalam kas keuangan negara.

Indef Kritik Kebijakan Bansos: Anggaran Naik Terus, Kemiskinan Cuma Turun 2,3 Persen Sejak 2010

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan hal tersebut dalam sambutannya di acara Supermentor-16 End Poverty yang digelar di Djakarta Theater, Jakarta, Senin malam, 17 Oktober 2016.

Pernyataan tersebut pun disambut dengan tepuk tangan dari ratusan tamu yang hadir. Namun, Menkeu pun langsung memberikan respons menyikapi situasi tersebut.

Jumlah Penduduk Miskin Belum Kembali ke Level Pra-Pandemi, Pengamat: PR Besar Pemerintah

“Anda boleh tepuk tangan, tapi sampai saat ini masih ada sekolah belum baik. Atapnya bocor. Masih ada kekecewaan yang besar, terutama mengenai kualitas pendidikan,” ujar Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.

Ani menjelaskan, sejak krisis ekonomi pada rentang tahun 1997-1998, kondisi perekonomian nasional pulih, dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang fantastis. Meskipun pada saat itu angka kemiskinan mengalami penurunan, namun pemerintah justru malah mendapatkan masalah baru.

Pilpres 2024, Prabowo dan Anies Dianggap belum Selevel dengan Ganjar

“Masalah baru, yaitu kesenjangan yang semakin melebar. Di negeri ini, satu persen penduduk telah menguasai 50 persen aset di negara ini,” katanya.

Menurut Menkeu, itu mungkin menjadi suatu konsekuensi yang harus diterima, ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara mampu tumbuh tinggi. Kejadian seperti ini, ditegaskan Ani, tidak hanya dialami oleh Indonesia. Bahkan, negara tetangga seperti Tiongkok pun mengalami hal serupa.

“Pertumbuhan ekonomi tinggi, karena diciptakan dari yang punya modal, yang mengakumulasi modalnya kembali. Sementara masyarakat bawah hanya menerima rembesan. Ada negara lain yang seperti itu, termasuk Tiongkok,” ungkap Ani.

Maka dari itu, pemerintah pun telah berkomitmen untuk memutus rantai kemiskinan, demi mengurangi ketimpangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin. Sebab, Ani mengakui bahwa masih banyak seluruh elemen masyarakat yang belum mendapatkan haknya sebagai seorang warga negara.

“Rantai kemiskinan ini harus dihapus. Masyarakat harus bisa menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar, yang mencakup pendidikan, kesehatan, air bersih. Saya yakin yang ada di ruangan ini masih ada yang menganggap bahwa itu belum semua belum dinikmati seluruh masyarakat,” tuturnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya