Ini PR Besar Pemerintahan Jokowi-JK

Presiden Jokowi saat meninjau proyek jalan tol
Sumber :
  • VIVA/Agus Rahmat

VIVA.co.id – Institute for Development Economy and Finance (INDEF) mencatat, Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) masih menyimpan 'PR' besar dan implementasi Nawacita masih jauh dari harapan.

Sri Mulyani Ungkap Pembangunan IKN Sudah Sedot APBN Rp 4,3 Triliun

Pengamat Ekonomi Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, setelah dua tahun sembilan agenda utama pemerintahan Jokowi-JK terkait bidang ekonomi dijalankan, Indef menilai ada tiga catatan inti, yaitu menyangkut aspek daya saing global, kemandirian ekonomi, dan membangun dari pinggiran.

"Kami tidak akan membahas hasil akhir karena masih ada kesempatan. Kami membahas mengenai apakah yang sudah dilakukan selama dua tahun (masa pemerintahan) ini on track atau enggak," kata dia di kantor Indef, Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Aspek pertama, daya saing global. Ia mengatakan, peringkat Indonesia masih buruk. Global Competitiveness Index mencatat peringkat Indonesia dalam daya saing global saat ini berada di posisi 41.

"Yang paling krusial tentang pendidikan dan kesehatan. Pendidikan kita ada 20 persen mandatory spending, kesehatan lima persen. Kalau ini masih saja jadi persoalan berarti belum ada perbaikan dari sisi pemerintah," ujarnya menambahkan.

Jokowi: Jalan Inpres Gorontalo Penting untuk Tingkatkan Konektivitas Daerah

Sementara, paket kebijakan ekonomi (PKE) yang diciptakan guna mendongkrak kinerja perekonomian, masih minim dari implementasi. "Efektivitas dari 13 paket itu masih nothing. Pertumbuhan ekonomi tetap tidak mampu menunjukkan akselerasi," ujarnya.

Lalu, peringkat kemudahan berbisnis (ease of doing business) dan peran industri manufaktur masih belum menunjukkan perbaikan. Sekalipun pertumbuhan ekonomi masih berkisar lima persen, namun kontribusi sektor industri pengolahan/manufaktur bagi pertumbuhan ekonomi semakin mengalami penurunan.

Aspek kedua, kemandirian ekonomi, Enny mengatakan, ketergantungan pemerintah terhadap barang impor kian tinggi, sehingga kemandirian ekonomi tidak terbangun baik. Impor barang konsumsi pada Januari hingga September 2016 meningkat 12,8 persen. Industri dalam negeri pun mengalami perlambatan yang ditandai oleh daya serap impor bahan baku dan barang modal yang menurun sepanjang 2016.

"Kebijakan pengamanan pasar domestik yang tercermin dari kuantitas nontarif masih minim, sehingga aliran impor terus menggempur pasar Indonesia.”

Aspek ketiga, janji pemerintahan Jokowi-JK membangun dari pinggir. Indef menilai, pembangunan antarwilayah masih timpang. Kemudian, penurunan kesenjangan dan kemiskinan semu. Lalu, kesempatan kerja makin kecil, dan petani jauh dari kata sejahtera.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya