Ritel Modern Gerus 50 Persen Pendapatan Pedagang Tradisional

Gerai Alfamart
Sumber :

VIVA.co.id – Merebaknya ritel modern hingga ke daerah-daerah ternyata menjadi pemicu turunnya pendapatan pedagang tradisional. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia atau Ikappi mencatat, dengan banyaknya ritel modern tersebut pendapatan kotor pedagang tradisional turun hingga 50 persen dalam dua tahun terakhir.

Harga Bawang Putih di Gianyar Naik Capai Rp 55 Ribu per Kilogram

Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri mengatakan, hingga saat ini pasar tradisional dalam negeri belum dapat bersaing seimbang dengan ritel modern. Sebab, persaingan tersebut belum Apple to Apple, di mana pemerintah belum melakukan pembenahan terhadap pasar tradisional dari hulu ke hilir dan tidak adilnya aturan operasional antara keduanya.

"Ikappi meminta tiga poin kepada KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Apa KPPU tidak bisa menindak," ujarnya kepada VIVA.co.id pada Selasa, 7 Maret 2017.

Harga Daging Ayam dan Cabai di Pasar Tradisional Bandung Meroket

Poin yang ia maksud meliputi, pertama, jenis mata dagangan. Jangan sampai ritel modern menjual komoditas yang sudah menjadi sentra penjualan di pasar tradisional. Kedua, terkait waktu operasional buka. "Bagaimana adilnya ritel modern buka hampir 24 jam dengan menjual berbagai produk, sekaligus komoditas yang biasa dijual di pasar tradisional. Sedangkan, pasar tradisional saja buka paling-paling sekitar lima jam," ungkapnya. 

Indomaret

Mendag Zulhas Klaim Harga Bahan Pokok Turun Jelang Lebaran

Kemudian, terkait zonasi. Artinya, jarak kilometer antara pusat ritel modern dengan pasar tradisional harus diatur dengan bijak. Menurutnya, letak yang saling berdekatan dapat berbahaya bagi eksistensi pasar tradisional. 

"Kalau di luar negeri, pusat ritel modern diletakkan di pinggir kota. Sedangkan, pasar tradisional diletakkan di wilayah kota. Kalau di Indonesia tidak. Pasar tradisional diambil alih oleh ritel-ritel modern bermodal besar. Padahal kita yang besarkan daerah. Pertumbuhnya ekonomi daerah diukur dari pasar tradisional," ungkapnya. 

Masukan tersebut hingga saat ini, ia katakan belum diakomodir pemerintah terkait, yang mana pihaknya telah menyampaikan masukan tersebut kepihak Dewan Perwakilan Rakyat dan pihak Kementerian Perdagangan. 

Hampir di seluruh kota-kota besar sangat masif keberadaan ritel modern yang tidak dibatasi dan banyak dilandasi oleh aturan yang sumir. Persaingan usaha antara pasar tradisional dengan ritel yang tidak sehat pun tidak terelakkan. 

"Apalagi setiap daerah punya wewenang mendirikan ritel. Bahkan kami banyak menemukan yang bodong, tanpa izin. Asalkan Bupati oke, didirikan dulu, proses (perizinan) belakangan. Itu terjadi di beberapa daerah, sehingga kami lakukan penutupan paksa," terangnya. 

Beberapa ritel modern, seperti Alfamart dan Indomaret, yang sempat pihaknya tindak untuk pemberhentian sementara dan menuntut pemenuhan perizinan, antara lain di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur; Malang, Blitar, Jawa Timur, Bantul, dan Jogjakarta. 

Tutupnya Gerai Seven Eleven

Di sisi lain, di tengah daya saing pasar tradisional yang semakin tergeser oleh keberadaan ritel modern, Sevel Eleven (Sevel) sebagai ritel modern pada 2017 banyak melakukan penutupan gerai. Kurang lebih ada 30 gerai. 

Dia pun menanggapi bahwa terkait Sevel, keberadaannya sedikit lebih unik, berbeda dengan Alfamart dan Indomaret. Lantaran, sedari awal kategori pendiriannya 'abu-abu', di luar Sevel ini memiliki segmen tersendiri dari ritel lainnya. "Izinnya enggak jelas mau ritel atau warung, cafe," ucapnya. 

Seven Eleven

Sejauh ini, Sevel yang ia protes seperti yang terletak di Smesco, tempat yang dinyatakan sebagai pusat promosi dan penjualan Usaha Mikro, Kecil, dan Menemgah (UMKM).

Ia mengaku tindakan pihaknya mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No.112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya