Perdagangan Surplus, Pangsa Pasar RI Bergeser

Kantor BPS
Sumber :
  • Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id – Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2017, kembali mencetak surplus US$1,32 miliar. Dengan demikian, dalam dua bulan terakhir, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$2,75 miliar.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers mengungkapkan, pada Februari 2017, pangsa pasar ekspor non minyak dan gas kembali bergesar dari Amerika Serikat, menuju China. Sepanjang bulan lalu, total ekspor ke negara tersebut mencapai US$2,91 miliar, atau 12,37 persen dari total.

“Ekspor terbesar ke China, selama Januari ke Februari, adalah lemak dan hewan nabati,” jelas Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto, Jakarta, Rabu 15 Maret 2017.

5 Ancaman Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024

Kecuk menjelaskan, posisi kedua pangsa pasar ekspor terbesar adalah AS, dengan nilai US$2,78 miliar, atau 11,83 persen dari pangsa ekspor. Selain itu, Jepang yang biasanya berada di posisi ketiga pun tergeser oleh India, dengan total ekspor senilai US$2,34 miliar, atau 9,95 persen dari total pangsa ekspor.

Kemudian, posisi keempat adalah negara-negara di kawasan ASEAN dengan nilai ekspor US$4,84 miliar, atau 20,61 persen dari total pangsa pasar ekspor. Sementara itu, yang terakhir, adalah kawasan Uni Eropa dengan nilai US$2,65 miliar, atau 11,28 persen dari total pangsa pasar ekspor.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

“Kami berharap, ada banyak lagi pangsa pasar ekspor non migas,” katanya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai, pergeseran pangsa pasar ekspor Jepang ke India, merupakan momentum untuk semakin memperlebar pangsa pasar ekspor nasional, dengan memperkenalkan produk andalan Indonesia.

Apalagi, kata Sasmito, India relatif berbeda dibandingkan dengan Jepang. Sebagai salah satu negara maju, permintaan dari negeri Sakura tersebut biasanya lebih spesifik. Namun, dengan India, Sasmito optimis produk-produk Indonesia bisa mengepakan sayapnya di negara tersebut.

“Prospek terbuka. Biasanya, Jepang itu maunya kualitas barang tinggi. Sementara, kita sama seperti India. Kita bisa jual ke situ, karena mereka tidak terlalu selektif,” ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya