Bangun Infrastruktur Asia Butuh US$26 Triliun Hingga 2030

Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo.
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id – Negara-negara di dunia, tengah menggencarkan sejumlah pembangunan infrastruktur. Langkah itu diyakini sejumlah negara dapat memicu meningkatnya pertumbuhan ekonomi, di tengah melambatnya sejumlah harga komoditas internasional.

Dilema Truk ODOL: Antara Efisiensi Ekonomi dan Keselamatan

Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo menjelaskan, kebutuhan dana untuk menyokong pembangunan infrastruktur di Asia, dalam rentang waktu 2016-2030, secara keseluruhan mencapai sebesar US$26 triliun.

Dia menyebut, angka itu sudah memperhitungkan sejumlah aspek lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan ancaman perubahan iklim yang kini tengah menjadi isu global.

JK: Kalau Pemerintahan yang Akan Datang Kacau Maka Semuanya Akan Kena

"Kawasan Asia yang sedang berkembang perlu investasi sebesar US$26 triliun selama 2016-2030, atau US$1,7 triliun per tahun. Hal ini diperlukan, jika ingin mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi, memberantas kemiskinan, dan merespons perubahan iklim," kata Lukita di Jakarta, Selasa 21 Maret 2017.

Namun, Lukita menyebut, jika kalkulasi itu tidak menyertakan biaya mitigasi dan adaptasi pada aspek-aspek perubahan iklim, hanya diperlukan biaya sekitar US$22,6 triliun, atau setara US$1,5 triliun per tahunnya.

AS Kucurkan Dana Hibah Rp 39 Miliar untuk Infrastruktur IKN

Dia pun merinci, dari perkiraan biaya investasi infrastruktur sebesar US$26 triliun hingga tahun 2030, sebanyak US$14,7 triliun, di antaranya diperlukan untuk investasi di sektor ketenagalistrikan.

Sementara itu, sekitar US$8,4 triliun lainnya diperlukan untuk pembangunan transportasi, US$2,3 triliun untuk sektor telekomunikasi, serta US$800 miliar untuk kebutuhan sektor sanitasi.

"Perkiraan kebutuhan investasi infrastruktur di Asia sebesar US$1,7 triliun per tahun, meningkat dua kali lipat dibandingkan perkiraan ADB di tahun 2009, yang hanya sebesar US$750 miliar. Adanya ancaman perubahan iklim ikut menyumbang kenaikan perkiraan kebutuhan investasi infrastruktur di Asia hingga 2030 mendatang," kata Lukita.

"Sementara, kesenjangan investasi infrastruktur, atau perbedaan antara kebutuhan investasi dan tingkat investasi, saat ini setara dengan 2,4 persen dari proyeksi Produk Domestik Bruto 2016-2020," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya