Polemik Ojek dan Gojek, Ini Saran Kemenhub

Kisah Penolakan Ojek Online
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

VIVA.co.id – Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, jika ojek di dalam peraturan perundang-undangan tidak termasuk dalam angkutan umum.

Tak Diberi Tempat Parkir, Ratusan Ojol Geruduk AEON Mall Tangerang

Ada tiga hal yang membuat ojek belum masuk dalam angkutan umum dalam undang-undang. Pertama, karena faktor ruang yang tak efisien, selain itu juga berbiaya mahal dan terkait faktor keamanan. "70 persen kecelakaan lalu lintas melibatkan kendaraan bermotor," ujar Sugihardjo di Nusa Dua, Bali, Kamis 6 April 2017.

Ia mengaku kurang sependapat jika ojek dan ojek online seperti Gojek diatur secara resmi dalam undang-undang. "Kalau saya pribadi sebaiknya ojek dan Gojek itu tidak diatur secara resmi dalam undang-undang. Tapi apakah dibiarkan begitu saja, tentu tidak. Ini memang harus diatur. Tapi kalau diakomodir dalam undang-undang akan lebih banyak. Tidak diakomodir secara resmi saja sudah banyak," katanya.

3 Ojek Online asal Rusia, Ada yang Beroperasi di Indonesia

Soal pengaturan, Sugihardjo menyebut hal itu sebagai kebijakan daerah. "Pengaturannya itu harus kepada local wisdom. Jadi pemda bersama Dishub dan polisi yang mengatur," ujarnya memberi saran.

Ia mengambil contoh andong atau dokar di Yogyakarta. Menurutnya, andong merupakan angkutan umum lantaran harus membayar untuk menaikinya. "Apa itu masuk undang-undang, tidak. Apa itu tidak diatur? Diatur sama Pemda. Misalnya supaya malam hari tidak membahayakan, keretanya pakai reflektor, supaya mobil dan motor yang melintas tahu ada dokar. Kemudian agar tak mengotori lingkungan, kotorannya dipakai kantong agar tak ke mana-mana," ujarnya menjelaskan.

Gak Nyangka Ojol Kirim Pesan yang Bikin Kaget Penumpangnya

"Sama juga, ojek itu sebaiknya diatur. Misalnya wilayah operasinya, pengemudinya didata siapa saja atau mungkin pakai jaket atau apa, silakan diatur berdasarkan local wisdom," ujarnya menambahkan.

Menurut dia, pengaturan oleh daerah bukan berarti memindahkan masalah ke wilayah. "Wilayah kan punya tanggung jawab masing-masing dan karakteristiknya berbeda-beda. Apa mau diatur nasional. Misalnya kalau di Yogyakarta ada dokar terus di Jakarta juga harus ada dokar. Kan tidak, karena kebutuhan wilayahnya berbeda-beda."

"Kita komunikasikan ke daerah-daerah soal itu," ujarnya.

Sugihardjo menuturkan, merupakan fakta jika angkutan massal belum menjangkau seluruh wilayah. Jika menjangkau, jam operasionalnya terbatas. Itulah yang menyebabkan timbulnya jasa angkutan roda dua. "Jadi dia (ojek dan Gojek) sifatnya complaiment, mengisi pelayanan angkutan umum. Tapi kalau jumlahnya sudah berlebihan kan bukan lagi complaiment. Justru dia sudah menjadi kompetitor terhadap angkutan umum," ujarnya.

Atas kondisi tersebut, ia menilai ada hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah. Hal itu yakni pemerintah wajib meningkatkan pelayanan angkutan umum baik dari sisi jangkauan wilayah, kualitas layanan, termasuk jam operasionalnya.

"Artinya apa, orang naik taksi atau sewa online itu kan karena tidak ada pilihan. Kalau ada pilihan tidak mungkin karena biayanya mahal. Kalau naik ojek panas kepanasan, hujan kehujanan. Makanya, angkutan umumnya kita perbaiki. Sambil menunggu itu, ini (ojek dan Gojek) kita tata dengan local wisdom." (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya