Cara Asosiasi 'Bersihkan' Pengembang Nakal

Rumah subsidi.
Sumber :
  • Dokumentasi Lamudi

VIVA.co.id – Asosiasi Pengembang Permukiman Seluruh Indonesia mengaku tak segan-segan menindak tegas anggotanya yang terbukti melakukan penipuan. Para pengembang ‘nakal’ tersebut pun akan menerima sanksi setimpal jika melakukan tindakan tak terpuji tersebut.

Melantai di Bursa New York, PropertyGuru Raup Dana Segar US$254 Juta

Ketua Dewan Pembina Apersi Eddy Ganefo mengatakan, asosiasi dalam tahap awal akan memanggil pengembang yang terbukti merugikan masyarakat. Apabila terbukti berniat jahat, maka asosiasi pun tak akan segan mendepak pengembang nakal tersebut.

“Pertama kami secara persuasif dulu. Kalau nakal, kami berikan surat peringatan dulu pertama dan bisa kami skors. Kalau tidak ada niat baik, kami keluarkan,” kata Eddy, saat berbincang dengan VIVA.co.id di Jakarta, Selasa 25 Juli 2017.

Menerawang Efektivitas Perpanjangan Insentif PPN DTP Sektor Perumahan

Sebelumnya, seorang karyawati swasta, Anisa Leonita disebut harus menelan pil pahit, karena rumah subsidi yang dibelinya tak ada kabar kejelasan. PT Cakrawala Karya Kanakas, yang merupakan pengembang rumah subsidi tersebut pun hilang bak ditelan bumi.

Rumah tersebut berlokasi di Perumahan Bumi Berlian Serpong di Desa Cidokom, Kecamatan Gunung Sindur, Bogor. Meskipun telah meneken tanda jadi, hingga saat ini pembangunan rumah tersebut, justru terbengkalai, alias mangkrak karena alasan yang tidak masuk akal.

Dijual hingga Rp15 Miliaran, 486 Unit di Cluster Ini Laku dalam 2 Hari

Salah satunya, adalah status tanah yang sampai saat ini tak kunjung selesai antara pemilik perusahaan dengan warga setempat. Sejauh ini, tercatat baru 70 unit rumah yang dibangun dari seluruh proyek yang direncanakan oleh PT CKK.

Eddy mengaku tak tau menahu mengenai sepak terjang PT CKK sebagai pengembang. Namun, ia berpendapat, pengembang tersebut seharusnya bisa beritikad baik untuk memberikan kejelasan kepada konsumen secara komprehensif, atas kendala yang dialami.

Apalagi, perempuan berusia 32 tahun yang menjadi korban sebelumnya telah meneken tanda jadi pembelian rumah, dengan uang muka sebesar Rp20 juta. Pembayaran uang muka tersebut, pun telah di transfer langsung ke Bank Tabungan Negara.

“Harusnya bisa dijelaskan dan ada kesepakatan. Kalau pembangunan masih lama, bisa ditekankan estimasi waktu pembangunan. Tetapi, kalau sudah tidak bisa, secepatnya harus dikembalikan. Harus cepat,” ujarnya.

Terlepas dari hal itu, Eddy tak memungkiri, para pengembang memang kerap kali menemukan persoalan lahan dalam proses pembangunan. Kendati demikian, ini tidak bisa menjadi alasan pengembang tidak beritikad baik kepada konsumen.

“Memang terkadang suka terjadi hal-hal yang diluar kehendak kami. Misalnya ada yang ngeklaim tanah, padahal sudah ada sertifikatnya. Ada juga masalah perizinan yang tidak keluar, atau lambat. Kami asosiasi, pun sebenarnya siap bantu biar selesai,” katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya