Mengintip Lebih Dekat PLTU Tanjung Jati Jepara

PLTU Tanjung Jati, Jepara (ilustrasi)
Sumber :
  • Bayu Nugraha/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah, yang tepatnya berada di Desa Tubanan, Kecamatan Bangsri, memiliki peran penting mengaliri listrik untuk daerah Jawa dan Bali hingga kini. Pembangkit dengan bahan bakar batu bara ini memiliki luas sekitar 150 hektare, diklaim menjadi PLTU yang ramah lingkungan.

Capaian PLN 2021: Pelanggan 82,5 Juta, Rasio Elektrifikasi 99,43%

Untuk membuktikan hal tersebut, Jurnalis VIVA.co.id berkesempatan berkunjung ke PLTU tersebut dan melihat kegiatan operasi yang dilakukan. Dari Bandara Udara Internasional Achmad Yani, Semarang, butuh waktu tiga jam menuju Jepara untuk melihat PLTU ini.

Setibanya di PLTU tersebut, penjagaan ketat di depan gerbang pun menyambut kedatangan rombongan jurnalis. Sebab, tak sembarang orang pun bisa masuk ke PLTU ini.

Grab Permudah Mobilisasi Karyawan PLN

Sebelum masuk ke area PLTU, seluruh rombongan diminta menggunakan pakaian keamanan seperti helm, masker, sepatu, dan penutup telinga yang sudah disediakan.

Kawasan pertama yang dikunjungi ialah ruang kontrol. Dari ruangan ini, semua aktivitas PLTU dipantau. Ada empat unit pembangkit yang mempunyai kekuatan masing-masing unit 710 megawatt.

Listrik di Lokasi Gempa Pasaman Barat Hidup Lagi

"Pembangkit ini untuk menyuplai aliran listrik di Jawa dan Bali sebesar 12 persen," kata salah seorang petugas control room, Selasa 22 Agustus 2017.

Dalam aktivitas penjagaannya, para pegawai ini bergantian menjaga selama 24 jam. Masing-masing karyawan memiliki waktu kerja selama delapan jam dan dibagi menjadi tiga shift.

Berikutnya, saya dan awak media lainnya menuju tempat pembuangan, atau bunker limbah hasil pembangkit ini. Limbah tersebut berupa gipsum yang nantinya akan disalurkan ke jasa penyaluran. Setiap harinya sebanyak 15-20 truk mengakut gipsum ini,  satu truk bisa membawa 25 ton limbah gipsum.

PLTU Tanjung Jati.

Lokasi berikutnya adalah Filter Intake. Ditempat ini, PLTU menyaring air laut yang dipakai sebagai pendingin. Salah seorang petugas pun membantah mesin ini dapat membahayakan nelayan untuk mencari ikan.

"Tidak membahayakan untuk nelayan. Kecepatannya hanya 10 meter per jam dan volume air yang masuk sekitar 1.000 meter kubik per jam," ujar petugas tersebut.

Tempat berikutnya yang dikunjungi adalah tempat kapal pengangkut batu bara ke PLTU ini. Untuk menuju ke tempat ini, kami harus melawati jembatan sepanjang 1,6 kilometer menuju laut.

"Batu bara ini berasal dari Kalimantan Timur. Kualitas (batu bara) medium. Berangkatnya bisa dua hari sekali menggunakan Kapal Vassel dengan beban angkut sebesar 60-80 ribu ton," ujar petugas disana.

Di tempat ini, kami diperlihatkan bagaimana proses bongkar muat batu bara dari kapal menuju PLTU. Batu bara ini melewati rel, atau karet berjalan yang dikendalikan operator. Mesin ini tidak berhenti selama 24 jam dan baru bisa mengirim batu bara satu kali angkut kapal selama 2-3 hari.

"Tetapi, sebelum turun, kami cek kualitas batu baranya dulu. Kalau tidak bagus, kami akan kembalikan," lanjutnya.

PLTU Tanjung Jati, Jepara.

Usai melewati rel atau karet berjalan, batu bara tersebut dibawa ke tempat penyimpanan batu bara atau coal yard. Dalam sehari, PLTU ini bisa menghabiskan 24 ribu ton batu bara. PLTU ini pun menyediakan batu bara cadangan setidaknya untuk 45 hari ke depan.

"Dari sana dimasukan ke boiler dan digiling hingga seperti tepung dan dibakar di sebuah cerobong chimney setinggi 245 meter dan diameter 22,5 meter dengan proses pembakaran tekanan 175 bar suhunya 543 derajat celcius," katanya.

Selanjutnya, proses pembakaran tersebut menggunakan pipa dan turbin hingga menghasilkan listrik. Dalam proses tersebut juga pihak PLTU menggunakan batu kapur untuk menghasilkan limbah berupa gipsum.

"Nah limbahnya itu menghasilkan gipsum," ujarnya.

Diakhir perjalanan mengelilingi PLTU Tanjung Jati B Jepara, kami pun melintasi proyek pembangunan PLTU Jawa 4 yang rencananya dioperasikan pihak swasta pada tahun 2020.

Pemandangan diakhir perjalanan juga menarik, di mana terdapat pohon cemara disekitar tempat penyimpanan batu bara. Kantor pemadam kebakaran juga terlihat disekitar PLTU untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan jika terjadi bencana dapat teratasi dengan cepat.

"Pohon cemara menangkal debu batu bara. Perisai alami," ucapnya.

Ramah lingkungan

Pihak PLTU Tanjung Jati B Jepara membantah adanya isu peningkatan suhu udara di Jepara akibat PLTU Tanjung Jati B. Sebab, tren suhu udara di Jepara sepuluh tahun terakhir menurut BMKG justru mengalami penurunan hingga 0,5 derajat celcius. PLTU dengan kapasitas 4 x 710 MW ini menggunakan batu kapur untuk menurunkan konsertasi emisi sulfur hingga 98 persen  atau hampir bersih.

PLN sebagai penanggung jawab PLTU Tanjung Jati B berkomitmen untuk mengoperasikan pembangkit secara maksimal, aman dan ramah lingkungan.

"Tidak hanya memenuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah, namun juga berusaha melampaui standar global dalam rangka ingin menjadi pemain kelas dunia," kata General Manager PLN Pembangkitan Tanjung Jati B, Ari Basuki.

Hal itu terbukti di 2012, majalah kelistrikan internasional, Power Magazine menempatkan PLTU Tanjung Jati B menjadi Coal-Fired Top Plant atau 6 PLTU terbaik di dunia.

Menurutnya, perjalanan PLTU ini untuk menjadi world class company tidaklah mudah. Paradigma batu bara yang kotor, hitam, tidak ramah lingkungan merupakan tantangan yang perlu dijawab dengan berbagai macam solusi. Salah satunya adalah penggunaan teknologi batu kapur dalam proses Flue Gas Desulfurization (FGD).

FGD jelasnya, merupakan proses pencampuran emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan zat pengikat agar kandungan sulfur yang dilepaskan ke atmosfer rendah. Pada umumnya zat pengikat yang digunakan oleh PLTU adalah air laut.

"Hingga hari ini PLTU Tanjung Jati B adalah satu-satunya PLTU di Indonesia yang menggunakan teknologi batu kapur," tambah Ari.

Ari mengungkapkan, penggunaan air laut untuk FGD sebenarnya sudah cukup dalam menurunkan konsentrasi emisi sulfur batu bara hingga 90 persen. Namun, karena komitmen PLN dalam menjaga kualitas udara bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, batu kapur tetap menjadi pilihan karena bisa menurunkan hingga 98 persen.

"Hasilnya, 10 tahun beroperasi, sulfur yang terkandung dalam emisi gas PLTU Tanjung Jati hanya berada di kisaran angka 100 miligram per meter persegi dari baku mutu yang ditetapkan pemerintah saat ini sebesar 750 mg/m2," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya