Pemerintah Harus Pegang Kendali Penuh di Freeport Indonesia

Tambang Grasberg Freeport Indonesia di Papua.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Banjir Ambarita

VIVA.co.id – Setelah berunding selama berbulan-bulan, PT Freeport Indonesia akhirnya sepakat melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu pun menyatakan komitmennya untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam lima tahun ke depan.

Pemerintah Bakal Tambah Saham di Freeport Indonesia Jadi 61 Persen, Begini Penjelasan Tony Wenas

Meskipun Freeport Indonesia telah sepakat untuk melepas 51 porsi kepemilikan sahamnya, pemerintah dan perusahaan tersebut masih akan mendiskusikan nominal harga divestasi yang nantinya akan ditawarkan kepada pemangku kepentingan yang ingin mengakuisisi.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara saat berbincang dengan VIVA.co.id menegaskan, kesepakatan antara kedua pihak belum selesai seutuhnya, selama nominal harga divestasi saham perusahaan multinasional itu belum disepakati oleh kedua pihak.

BUMN MIND ID dan Pelindo Dikabarkan Segera IPO

"Jangan dikira ini sudah selesai. Ini belum semuanya ditentukan. Harus ada kejelasan," kata Marwan, di Jakarta, Rabu 30 Agustus 2017.

Marwan memperkirakan, nominal harga saham yang nantinya dilepas oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut berpotensi lebih murah dari yang seharusnya. Sebab, kontrak Freeport Indonesia akan berakhir dalam kurun waktu kurang dari lima tahun.

Kuasai Saham Vale Indonesia, MIND ID Punya Peran Strategis Genjot Hilirisasi Tambang RI

"Sesuai dengan Kontrak Karya, pelepasan tetap harus sesuai dengan nilai kewajaran. Keinginan kita itu, pemerintah bisa mengendalikan Freeport sepenuhnya. Jangan mau nanti kalau harga itu dikaitkan dengan operasi hingga 2041," tuturnya.

Pemerintah pun diharapkan mencermati siapa yang nantinya akan mengakuisisi saham milik Freeport Indonesia. Menurutnya, untuk mencaplok 51 saham perusahaan tersebut, dibutuhkan institusi yang kredibel dan bertanggung jawab, sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.

"Kalau bisa yang akuisisi itu jangan dipecah-pecah. Nanti bisa seperti Newmont akhirnya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya