Myanmar Pemilu, Demokrasi Semu Junta Militer?

Pemimpin junta Myanmar, Than Shwe, (kanan) menerima kunjungan senator AS
Sumber :
  • AP Photo/MRTV

VIVAnews - Junta militer Myanmar telah mengumumkan tanggal pemilihan umum (pemilu). Tanggal yang direncanakan adalah 7 November 2010. Ini merupakan pemilu pertama di negara itu dalam dua puluh tahun terakhir.

Namun, bagi banyak kalangan internasional, pengumuman itu bukanlah kejutan yang patut dirayakan. Pemilu ini dianggap hanya akal-akalan politik junta militer untuk memperpanjang status quo sekaligus mempertahankan dominasi mereka. Salah satu taktiknya adalah memasung para aktivis dan pejuang demokrasi untuk tidak ikut dalam pemilu.

Baik Amerika Serikat, Uni Eropa, hingga tetangga Myanmar, Filipina, sudah curiga bahwa dalam beberapa tahun terakhir, junta militer sudah mendesain akal-akalan itu saat mereka mulai merintis konstitusi baru pada 2008. Berdasarkan Undang-undang Pendaftaran Partai Politik 2010, junta melarang siapapun yang tengah menjalani hukuman penjara untuk ikut dalam pemilu.

Dulu dikenal sebagai Burma, Myanmar berada di bawah kekuasaan militer sejak 1962. Maka, masih banyak yang menilai bahwa pemilu pertama dalam dua dasawarsa ini hanya upaya junta militer untuk menciptakan "demokrasi semu."

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Pasalnya, para penguasa di negeri itu sudah gerah selalu mendengar kritik dari masyarakat internasional, termasuk petuah dari saudara tua, China, agar mau bersikap terbuka menerima aspirasi dari rakyat. 

Sudah bisa ditebak, pemilu nanti terlarang bagi mereka yang selama ini aktif mengritik kepemimpinan junta dan memperjuangkan demokrasi - terutama Aung San Suu Kyi. Peraih Nobel Perdamaian 1991 ini sudah pasti tidak bisa ikut serta karena sejak tahun lalu kembali mendekam sebagai tahanan rumah atas pelanggaran yang sangat tidak masuk dan sama sekali tidak dilakukan oleh Suu Kyi.

Akal-akalan seperti itulah yang disayangkan oleh Menteri Luar Negeri Filipina, Alberto Romulo. "Semua partai seharusnya ikut terlibat dan bisa berkampanye serta suara mereka harus dihitung. Itulah namanya demokrasi," kata Romulo kepada stasiun televisi GMA News awal Agustus lalu.

Ironi sejarah pun berulang. Saat pemilu terakhir berlangsung pada 1990, Suu Kyi tampil sebagai pemenang. Namun kemenangan itu dibatalkan secara paksa oleh junta militer. Bukannya jabatan presiden yang didapat, Suu Kyi sejak saat itu malah berkali-kali menderita tahanan rumah karena dianggap bertanggungjawab menciptakan ketidakstabilan dan keresahan di kalangan rakyat akibat demokrasi yang diperjuangkannya.

Kini, Suu Kyi bahkan tidak bisa ikut serta dalam pemilu berkat aturan yang mengada-ada. Maka, bersama para pendukungnya, Suu Kyi pun tidak bersedia mendaftarkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dia pimpin untuk menjadi partai peserta pemilu. Otomatis, partai itu tidak terdaftar secara legal.

Banyak kalangan, termasuk kubu Suu Kyi, berharap bahwa pemilu ini bisa membawa perubahan, apapun kecilnya, bagi Myanmar. Walau tidak mengandalkan Suu Kyi dan NLD, rakyat Myanmar bisa menggunakan hak pilih mereka untuk mendukung partai-partai yang diizinkan ikut Pemilu. Di ajang itulah demokrasi bisa diperjuangkan, setipis apapun peluangnya.  

Menurut kalangan pengamat, junta militer akan memanfaatkan pemilu November nanti untuk melakukan pergantian kepemimpinan. Salah satu kelebihan junta militer di Myanmar adalah mereka konsisten untuk melakukan pergantian individu dengan tetap mempertahankan sistem.

Kajian dari International Crisis Group (ICG) mengungkapkan bahwa para petinggi seperti Jenderal Than Shwe dan Maung Aye kemungkinan akan mundur. Mereka akan menyiapkan jalan kepada para perwira yang lebih muda untuk mengambil alih kepemimpinan. Meski para senior akan tetap memberi pengaruh di ballik layar, posisi-posisi terdepan akan dipegang oleh para muka baru.

Berdasarkan struktur politik yang baru, kepemimpinan hasil pemilu nantinya juga akan bersifat kolektif. Artinya, proses pengambilan keputusan tidak akan tergantung pada satu orang saja, seperti yang dilakoni oleh Than Shwe dalam beberapa tahun terakhir.

Maka, menurut ICG, ini merupakan perubahan yang signifkan dilakukan oleh militer Myanmar, yang telah dengan tangan besi memerintah negara itu selama sekitar setengah abad. Melalui pemilu baru dan amandemen konstitusi, junta militer tampak mulai menerapkan pendekatan yang sipil dan pluralis dalam kepemimpinan, walau hasilnya masih harus ditunggu lebih lanjut.

Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan

Airlangga: Kader Golkar Siap Ditempatkan di Legislatif maupun Eksekutif

Airlangga Hartarto mengatakan kader Golkar siap ditempatkan di legislatif maupun eksekutif. Dia menanggapi peluang keterlibatan Golkar dalam kabinet Prabowo-Gibran.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024