- AP Photo/Alexandre Meneghini
VIVAnews - Tim dokter di Swedia berhasil memelopori operasi transplantasi batang tenggorok sintetis pertama di dunia. Pasien transplantasi yang berusia 36 tahun itu kini dinyatakan dalam keadaan sehat, sebulan setelah operasi.
Menurut stasiun berita BBC, 7 Juli 2011, pasien yang dimaksud bernama Andemariam Teklesenbet Beyene. Pria asal Afrika itu sedang bersekolah di Islandia ketika mengetahui diagnosis dari dokter setempat bahwa ada tumor ganas yang menyerang tenggorokannya.
Tumor tersebut malah membesar sebesar bola golf walau Beyene telah mengikuti banyak sesi kemoterapi dan radioterapi. Maka, ia harus dioperasi supaya dapat kembali bernafas normal. Upaya ini membutuhkan kerjasama para dokter dari sejumlah negara.
Para ilmuwan di University College London, Inggris, lantas berusaha membuat replika batang tenggorok berdasarkan gambar tiga dimensi trakea Beyene. Batang tenggorok sintetis ini lantas diterbangkan ke Swedia untuk direndam dalam larutan sel induk yang diambil dari sumsum tulang belakang pasien selama dua hari.
Tanpa Donor
Operasi yang dilaksanakan oleh tim dokter pimpinan Prof. Paolo Macchiarini asal Italia ini berlangsung selama 12 jam, bertempat di rumah sakit Karolinska Institutet, kota Stockholm, Swedia. Macchiarini sendiri sebelumnya pernah menangani 10 operasi transplantasi batang tenggorok, namun ini merupakan kali pertamanya menangani transplantasi batang tenggorok sintetis.
"Yang kami gunakan adalah batang tenggorok sintetis. Bagusnya, kita bisa langsung mendapatkannya, tanpa harus menunda, tanpa harus mencari donor," kata Macchiarini, yang berharap dapat menggunakan teknik ini pada seorang bayi usia 9 bulan di Korea yang memiliki cacat pada trakeanya. Ia juga berujar, banyak organ lain yang juga bisa diperbaiki atau diganti dengan cara yang sama.
Sementara itu, Beyene yang masih harus menjalani pemulihan pasca operasi di rumah sakit terlihat belum pulih betul sebulan setelah operasi. Namun, secara keseluruhan ia merasa baik-baik saja. "Saya sebetulnya merasa takut saat akan dioperasi, karena ini masalah hidup atau mati," kata pria yang berharap dapat segera kembali ke Islandia untuk menyelesaikan studinya. (eh)