19-3-2003: AS dan Koalisinya Invasi Irak

Presiden George Walker Bush kala memimpin militer AS menyerang Irak pada 2003.
Sumber :
  • REUTERS/Kevin Lamarque

VIVAnews - Pada sembilan tahun lalu, Amerika Serikat bersama dengan pasukan koalisi yang dia bentuk menggempur dan menyerbu Irak. Invasi ini berlandaskan kecurigaan AS bahwa rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal, yang ternyata tidak terbukti.

Menurut laman stasiun berita The History Channel, penyerangan AS dan koalisinya atas Irak itu diumumkan Presiden George W. Bush dalam pidato yang disiarkan televisi. "Pada jam ini, pasukan Amerika dan koalisi berada dalam tahap awal operasi militer untuk melucuti Irak, membebaskan rakyatnya dan melindungi dunia dari marabahaya," kata Bush.

Serangan dimulai sekitar 90 menit setelah Saddam Hussein melanggar tenggat waktu yang diberikan AS untuk keluar dari negaranya. Target pertama, menurut Bush, adalah "fasilitas militer" Irak yang digempur rudal-rudal jelajah Tomahawk dari sejumlah pesawat pengebom dan kapal perang AS dan sekutunya di Laut Persia.

Rezim Saddam sejak awal Maret 2003 sudah menyatakan siap meladeni serangan AS. "Kekuatan jahat, musuh bagi Allah dan tanah air serta kemanusiaan telah melancarkan agresi yang bodoh atas wilayah dan rakyat kita," demikian siaran radio pemerintah Irak.

Dalam hitungan tiga pekan, AS dan koalisinya berhasil menduduki Irak sekaligus menggusur rezim Saddam Hussein. Bush pun dengan percaya diri pada 1 Mei 2003 menyatakan bahwa operasi tempur AS di Irak telah berakhir.

Saddam pun berhasil mereka tangkap dan diadili pada Oktober 2005. Dia lalu dinyatakan bersalah atas kejahatan bagi kemanusiaan dan dieksekusi mati pada 30 Desember 2006. Namun, AS dan koalisi tidak menemukan senjata pemusnah massal yang menjadi alasan utama mereka menggempur Irak.

Walau rezim Saddam mereka singkirkan, masalah tidak langsung selesai. Selama bertahun-tahun, AS dan koalisi harus menghadapi perlawanan dari kaum pemberontak. Irak pun jatuh dalam perang saudara antara kaum mayoritas Syiah dan Sunni.

Pemerintah Irak pasca rezim Saddam, yang didukung AS dan sekutunya, harus berjuang keras untuk mengembalikan stabilitas dan keamanan negara mereka. Hingga kini belum ada data resmi berapa jumlah total korban jiwa akibat Perang Irak itu. Namun sejumlah lembaga dan media massa yakin bahwa warga sipil Irak paling banyak terbunuh, jumlahnya antara ratusan ribu hingga jutaan jiwa.

Pada 15 Desember 2011, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta secara resmi mencanangkan berakhirnya Perang Irak. Lalu pada 18 Desember 2011, kontingen terakhir pasukan AS meninggalkan Irak. AS pun dalam satu dekade terakhir harus menanggung biaya perang yang sangat besar, baik di Irak dan Afganistan. 

Menurut senator AS, Jim Webb, biaya yang ditanggung AS di Irak dan Afganistan mencapai setidaknya US$3,4 triliun. "Sebagai dampaknya, beban itu mengarah kepada naiknya utang nasional. Kami tahu kami harus lebih disiplin dalam sistem yang telah ditetapkan. Namun saya yakin AS mampu mengatasi masalah itu," kata Webb dalam kunjungannya di Jakarta Agustus 2011.    

"Tingkat utang nasional kami sangat besar karena perang di Irak dan Afganistan tidak dianggarkan, tidak masuk dalam anggaran. Ongkos kedua perang itu dibiayai melalui pos darurat khusus, yang nilainya di atas anggaran," kata Webb.

Ada yang Janggal dalam Surat Sakit Gus Muhdlor, KPK: Ini Agak Lain Suratnya
Ilustrasi E-KTP.

Siap-siap, 92.493 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Pekan Depan

Penonaktifan NIK itu tengah diajukan ke Kemendagri.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024