Soal Penyadapan di RI, AS dan Australia Tidak Bantah dan Tidak Mengaku

Menlu Marty Natalegawa dan Menlu AS John Kerry di Brunei Darussalam
Sumber :
  • REUTERS/Jacquelyn Martin/Pool

VIVAnews - Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa, mengatakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Australia tidak membantah atau membenarkan adanya pemberitaan soal pos penyadapan yang berada di Gedung Kedutaan mereka di Indonesia. Itu merupakan jawaban awal yang diterima oleh Pemerintah Indonesia ketika menanyakan kedua pemerintah tersebut soal skandal penyadapan. 

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemerintah Beri THR Lebaran bagi Warga Terdampak Bencana

Demikian ungkap Menlu Marty saat memberikan keterangan pers di Pejambon pada Senin, 4 November 2013. Menurut Marty, itu merupakan respon awal yang tidak hanya diberikan kepada Pemerintah Indonesia saja, tetapi juga kepada Pemerintah negara lainnya yang turut memprotes aksi spionase yang dilakukan kedua Badan Intelijen negara itu.

"Jawaban awal yang diperoleh oleh Pemerintah Indonesia sama seperti yang didengar negara-negara lain yang tengah mengalami situasi serupa. Pemerintah AS dan Australia tidak mengkonfirmasi ataupun membantah," ungkap Marty.

Misi Pemerintah Lewat Transformasi Digital Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% di 2024

Sementara Pemerintah AS, lanjut Marty, menyatakan negaranya tengah meninjau kebijakan intelijen mereka agar sesuai dengan arah kebijakan luar negeri Negara Paman Sam. Namun, kendati kedua Pemerintah tidak dapat mengkonfirmasi atau membantah aksi itu, paling tidak mereka bisa menyatakan di depan publik, tak akan lagi mengulangi aksi penyadapan terhadap negara-negara yang dianggapnya sebagai mitra.

"Enough is enough. Setiap negara tidak sepatutnya melakukan aksi seperti itu. Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah Anda akan memaksa untuk memperoleh informasi tertentu dengan cara seperti ini?" ujar Marty.

Kondisi Tragis di Gaza, FYP Minta Yordania-Mesir Buka Perbatasan untuk Bantuan Kemanusiaan

Pasalnya, lanjut Marty, apabila aksi ini terbongkar maka ongkosnya akan jauh lebih mahal.

"Terungkapnya aksi terbaru ini tentu berpontensi merusak hubungan bilateral di antara kedua negara. Indonesia berharap kedua pihak akan berkomitmen untuk menghentikan aksi penyadapan," imbuh Marty.

Siapkan Pencegahan

Ditanya media soal kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah untuk dua acara internasional di bulan November dan Desember mendatang agar tak lagi disadap seperti Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2007, Marty menyebut berbagai langkah pencegahan untuk melindungi kerahasiaan dokumen pasti telah dilakukan delegasi asal Indonesia.

"Mereka melakukan hal itu sebagai prosedur yang telah berlaku demi memastikan keamanan informasi, terlepas di acara internasional apa pun," tuturnya.

Namun, Marty enggan mengomentari soal hal teknis Pemerintah RI mencegah aksi penyadapan. Menurut dia, insitusi BIN lebih memiliki kapasitas untuk menanganinya.

Terbongkarnya kasus spionase di Indonesia ini diungkap kali pertama oleh harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH) pekan lalu, berdasarkan keterangan dari Edward Snowden. Dalam dua artikel yang mereka tulis dan terbit pada hari yang berbeda, koran itu menyebut adanya pos penyadapan di dalam gedung kedutaan AS dan Australia di Jakarta.

Harian Inggris, The Guardian yang terbit pada Minggu lalu menulis, bahwa Badan Intelijen Australia (DSD) sudah menyadap Indonesia sejak tahun 2007, ketika menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB di Nusa Dua, Bali. Kendati sudah menghabiskan biaya dan waktu untuk menyadap, aksi itu dianggap gagal.  (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya