RI akan Terus Protes Kebijakan Australia Soal Dorong Perahu Imigran

Pasukan Australia halau kapal para imigran ilegal dekat Pulau Christmas.
Sumber :
  • REUTERS/Australian Department of Defence
VIVAnews -
10 Drama Korea Baru di Tahun 2024 yang Bisa Ditonton saat Libur Lebaran
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Marsekal Muda TNI, Agus Barnas, menegaskan Pemerintah RI akan terus melayangkan protes kepada Australia terkait aksi dorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Menurut Agus, sejak awal kebijakan itu disahkan, sudah tidak sesuai dengan konvensi pengungsi PBB tahun 1952.

Gubernur Laporkan Informasi Semua Kejadian Bencana di Sumbar kepada Presiden

Demikian Agus ketika dihubungi
Religion Ministry Sets the 2024 Eid al-Fitr on April 10
VIVAnews melalui telepon pada Senin, 12 Mei 2014. Dia berpendapat kebijakan dorong perahu yang diberlakukan oleh Australia, justru semakin memperburuk hubungan bilateral kedua negara.

"Karena itu kan membuat RI kerepotan. Seharusnya, Australia kembali ke Perjanjian Lombok atau Deklarasi Jakarta yang secara khusus membahas soal perlindungan terhadap pencari suaka," ujar dia.


Agus berharap Australia tidak akan memperpanjang masalah tersebut lalu duduk bersama-sama untuk mencari jalan keluarnya.


Ditanya soal respon balik dari Pemerintah Australia setelah diprotes oleh RI beberapa kali, Agus mengaku tidak mendengar pernyataan apa pun dari Negeri Kanguru. "Namun, kami memang mendengar di dalam negeri mereka pun masih terjadi perdebatan," ujar dia.


Sejauh ini, permasalahan terkait aksi dorong perahu, masih ditangani oleh Kementerian Luar Negeri dan TNI Angkatan Laut.


Mencari Jarum

Kepala Dinas TNI AL, Manahan Simorangkir, mengatakan sulit untuk mendeteksi semua perahu pencari suaka yang berlayar menuju Australia. Manahan mengatakan patroli yang selama ini dilakukan TNI AL tidak secara khusus untuk mencari perahu pencari suaka atau imigran gelap.


"Ini sama saja seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami," kata dia.


Selama ini, Manahan mengakui adanya perahu pencari suaka setelah mereka mendekati ke pantai di Indonesia. "Terkadang posisi kapal patroli tidak berada di sana, karena kan laut Indonesia sangat luas, sehingga sulit untuk mengetahui asal muasal perahu," tutur Manahan beralasan.


Selama ini, ujar Manahan, sudah ada 45 kapal yang dikerahkan untuk berpatroli di titik rawan, khususnya yang berbatasan langsung dengan negara lain.


"RI kan berbatasan dengan 10 negara, sehingga kami memprioritaskan untuk mengawasi wilayah-wilayah rawan, seperti di perairan Natuna karena sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal. Wilayah lainnya yaitu perairan di sekitar Laut Singapura dan Selat Malaka, karena kerap terjadi pembajakan," kata dia.


Ditanya soal kebijakan TNI AL dalam mengamankan wilayah perairan RI, Manahan menyebut personilnya akan mengamakan semua elemen yang mengancam keamanan, salah satunya imigran gelap.


"Setelah kami berhasil menyelamatkan para pencari suaka, langkah selanjutnya, mereka diserahkan ke imigrasi," tutur Manahan.


Dalam kesempatan itu, Manahan turut menyampaikan sikap AL Australia tidak konsisten, karena sebelumnya pernah meminta maaf setelah menerobos perairan RI akibat menggiring perahu pencari suaka, pada tanggal 1 Mei 2014, aksi itu kembali diulangi.


Sebuah perahu pencari suaka yang ditumpangi oleh 16 warga India dan dua warga Nepal didorong oleh AL Australia ke perairan RI. Mereka dicegat oleh Kapal Operasi Perbatasan dan Kedaulatan di dekat Batu Karang Ashmore, sebuah wilayah Australia yang berada di bagian barat laut Darwin. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya