Obituari

Warisan Dahsyat Cory Aquino

VIVAnews - Tak seperti biasanya, kemacetan lalu lintas di Metro Manila, Senin pagi 3 Agustus 2009, tidak berlangsung ricuh. Suasana hening sejenak saat para pejalan kaki, pengendara motor atau mobil serta supir bus berhenti sejenak begitu melihat mobil jenazah beserta para pengiring berkaus kuning.

Jenazah yang dibawa adalah milik Corazon "Cory" Aquino. Bagi rakyat Filipina, Cory bukan hanya contoh sukses seorang ibu rumah tangga yang berhasil menjadi presiden, namun sudah menjadi juru selamat yang membawa bangsanya keluar dari rezim diktator Ferdinand Marcos pada 1986.

"Cory, Cory!" demikian seru banyak orang sambil melambaikan tangan ke arah mobil jenazah yang mengantar Cory dari aula gedung sekolah La Salle Green Hills menuju tempat persemayaman di gedung Gereja Katedral di Manila.

Suara Golkar di Pemilu 2024 Naik Signifikan, Airlangga: Hitungan Kami Dapat 102 Kursi

Pada 1 Agustus 2009, Cory wafat di usia 76 tahun setelah berjuang melawan kanker usus besar yang menjangkitinya sekian lama.
Menurut jadwal, dia dimakamkan pada Rabu 5 Agustus 2009 dan Filipina menyatakan hari berkabung nasional selama 10 hari.

Menurut harian The Inquirer, dalam perjalanan menuju tempat persemayaman, jenazah Cory melewati Lapangan Edsa. Tempat itulah yang menahbiskan Cory sebagai tokoh perjuangan "Gerakan Rakyat"

Bagi pengamat demokrasi, perjuangan selama 22 - 25 Februari 1986 itu adalah gerakan legendaris sebab rezim diktator Marcos bisa dijungkalkan tanpa ada pertumpahan darah. Mungkin itu adalah warisan terbesar yang diberikan Cory bagi Filipina, dimana dia berhasil menghimpun berbagai kekuatan - mulai dari para pengusaha, politisi, hingga para imam gereja - untuk bersama-sama menentang kesewenang-wenangan.

Mereka pun berhasil membujuk militer. Dengan mengirim mereka bunga, hati para serdadu dan pejabat militer menjadi luluh dan menolak perintah Marcos untuk menumpas Gerakan Rakyat dengan kekerasan.         

Sebelum pembunuhan atas suaminya, Benigno "Ninoy" Aquino, Cory hanyalah seorang ibu rumah tangga. Dia mengaku tak punya ambisi untuk berkuasa selain hanya menemani suaminya dimanapun di berada - termasuk tinggal di pengasingan di Boston, Amerika Serikat, pada 1980 -  setelah bertahun-tahun dipenjara rezim Marcos.  

Namun, orientasi Cory berubah begitu Ninoy dibunuh tatkala menjejakkan kaki di bandara Manila pada 21 Agustus 1983. Cory pun tiba di Manila beberapa hari kemudian dan hanya bisa melihat suaminya sudah terbujur kaku di peti mati.

Kesewenang-wenangan rezim Marcos tak bisa terus dibiarkan, demikian menurut Cory. Dia pun rajin ikut dalam beberapa aksi protes dan pengerahan massa.

Walau tanpa berbekal pengalaman politik, ibu rumah tangga ini akhirnya menantang Marcos dalam pemilihan presiden Februari 1986. Hasilnya sangat mencengangkan. Walaupun diwarnai dengan berbagai intimidasi dan kecurangan dari pihak Marcos, Cory mampu mengimbangi perolehan jumlah suara.

Marcos, dengan mesin-mesin politiknya menyatakan diri sebagai pemenang. Namun, para pendukung Cory tak mau pasrah dan balik menggugat kecurangan pemilu.

Bersama istrinya, Imelda, Marcos pun angkat kaki dari Istana Malacanang pada malam hari 25 Februari setelah melihat militer berbalik arah mendukung para pengikut Cory dalam revolusi "Gerakan Rakyat" di Lapangan Edsa. Sejak saat itu Marcos tak bisa lagi pulang ke Filipina sampai menghembuskan nafas terakhir di Hawaii, Amerika Serikat.

Corazon Aquino

Viral Anak Selebgram Malang Dianiaya Pengasuhnya, Polisi Langsung Tangkap Pelaku

Corazon Aquino saat masih menjadi presiden Filipina (AP Photo)

Pada hari yang sama, Cory pun dilantik menjadi presiden baru Filipina. Selama enam tahun, janda lima anak itu berjuang membawa Filipina bertransformasi dari negara otoriter menjadi negara demokratik.

Maka, satu lagi warisan besar Cory bagi Filipina. Di masa kepemimpinannya selama 1986 - 1992, dia melakukan berbagai reformasi hukum dan pemerintahan. Maka, terbentuklah lembaga yudisial yang independen. Birokrasi pun diperbarui. Presiden Aquino pun menjamin kebebasan pers.

Kendati muncul sejumlah kudeta dan gerakan separatis yang merongrong pemerintah, Cory berhasil mengakhiri masa kepresidenannya dengan mulus. Dia pun tak mau lagi melanjutkan kepresidenan dan mendukung Jenderal purnawirawan Fidel Ramos sebagai penggantinya.

Sejak 1992 Cory kembali menjadi rakyat biasa. Dia tidak mengidap post power syndrome seperti yang dialami kebanyakan mantan pemimpin setelah tak lagi berkuasa.

Salah satu bukti, Cory menolak pemberian mobil Mercedes dari pemerintah sebagai mantan presiden. Dia pun tetap setia berkendara dengan Toyota Crown warna putih yang dia beli dengan uang sendiri.

Selain itu, Cory juga tak pernah masuk ke dalam partai politik dan lebih memilik aktif di organisasi-organisasi sosial dan amal. Namun, Cory tetap dipandang sebagai tokoh berpengaruh saat ikut berperan menjungkalkan kepresidenan Joseph Estrada, lagi-lagi melalui revolusi "Gerakan Rakyat" pada Januari 2001.

Kali ini, di Lapangan Edsa, Cory mendukung Wakil Presiden Gloria Macapagal Arroyo untuk menggantikan Estrada, yang terjungkal akibat kasus korupsi. Arroyo pun hingga kini masih memerintah.

Majalah Time pernah menyebut Cory sebagai perempuan bersahaja yang berani melawan tangan besi kediktatoran Marcos. Namun, Cory akhirnya tak kuasa melawan kanker usus besar yang telah menyerang tubuhnya dalam beberapa tahun terakhir. Menurut putrinya, Kris, Cory pun menghembuskan nafas terakhir dengan tenang dan dalam suasana damai yang penuh dengan doa.

Gunung Marapi Kembali Erupsi, Terjadi Hujan Abu Vulkanik dan Ganggu Penerbangan

Rakyat Filipina memberi pengormatan terakhir kepada Corazon Aquino

Rakyat Filipina memberi penghormatan terakhir kepada Corazon Aquino (AP Photo)

Selama menjadi pemimpin, Cory belum mampu membawa banyak rakyat Filipina beranjak dari garis kemiskinan - yang masih menjadi masalah utama hingga kini. Reformasi birokrasi di Filipina pun masih sarat dengan korupsi dan nepotisme.

Namun, satu hal yang pasti, Cory telah mengajarkan rakyatnya dan juga kepada mereka yang berada dalam penindasan bahwa keberanian dan kemauan yang kuat untuk bangkit memperbaiki nasib pribadi dan juga bangsa bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Melawan untuk menjadi pemenang tanpa kekerasan pun telah dibuktikan oleh Cory.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya