Irak Berhasil Rebut 40 Wilayah dari Kepungan ISIS

Pasukan Irak dan paramiliter syiah.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Kementerian Luar Negeri Irak melaporkan bahwa militernya telah berhasil membebaskan 40 wilayah di distrik kota Mosul dari kepungan kelompok ekstremis ISIS.

Anak 8 Tahun Tewas Akibat Penembakan di Mal Alabama AS

"Sebagian besar Mosul dan daerah sekitarnya di Provinsi Nineveh telah dibebaskan. Total keseluruhan yang berhasil dibebaskan adalah 40 dari 56 wilayah. Saat ini militer sedang berupaya membebaskan wilayah yang masih tersisa," kata Menteri Luar Negeri Irak, Ibrahim Jaafari, seperti dikutip situs Sputniknews, Rabu, 28 Desember 2016.

Ia juga menjelaskan penyebab lambannya proses pembebasan wilayah Mosul adalah karena ISIS menggunakan warga sipil sebagai "perisai manusia", juga kemampuan senjata modern yang dimiliki kelompok ekstremis tersebut.

Amerika Serikat Sita 13 Ton Rambut Impor dari Xinjiang

"Militer Irak diminta untuk menghindari korban sipil sehingga ISIS mengambil keuntungan dari hal itu. Itulah sebabnya kami tidak terburu-buru. Kami perlu waktu untuk membebaskan kota dengan meminimalisir jumlah kerugian," ujarnya.

Operasi perebutan kembali kota Mosul dari tangan teroris telah berlangsung sejak 17 Oktober 2016. Pertempuran perebutan wilayah tersebut dimulai dengan pengerahan 4.000 pasukan Kurdi Peshmerga dan 30 ribu pasukan Irak yang didukung oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat.

Update Corona di Dunia: 10,1 Juta Orang Terpapar, 502.998 Meninggal

Ia mengungkapkan pemerintah Irak bisa melibatkan milisi Syiah yang dikenal sebagai Popular Mobilization Forces (PMF) untuk merebut kembali Mosul dari ISIS bila diperlukan.

"Hash al-Shaab adalah organisasi Irak yang memiliki pengalaman bila diperlukan. Jika situasi ini muncul ketika kita membutuhkan bantuan, maka kami akan meminta untuk itu. Mengapa tidak?" terang Jaafari.

PMF atau Hash al-Shaab adalah sebuah organisasi yang disponsori Irak dan terdiri dari 40 milisi didominasi Syiah, yang kabarnya memiliki 100 ribu anggota.

Kelompok ini telah menjadi sasaran kritik Arab Saudi dan Turki, di antara negara-negara Sunni lainnya, karena dianggap memicu perselisihan sektarian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya