Anggaran Dipangkas Kemendagri, Ahok Kesal

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
Keluhkan Birokrasi Pemerintahan, Manfaatkan Fasilitas Ini
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kesal dan memprotes tindakan Kementerian Dalam Negeri mencoret anggaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) untuk enam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi DKI di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI tahun 2016.

Dari tujuh BUMD yang direncanakan menerima PMP, hanya satu BUMD yang PMP-nya diizinkan, yaitu PT MRT Jakarta. Enam BUMD yang ditolak PMP-nya adalah PT Jakarta Propertindo, PD Pengolahan Air Limbah (PAL) Jaya, Bank DKI, PD Dharma Jaya, PT Transportasi Jakarta, dan PD Pasar Jaya.

Thailand Prime Minister Welcomes Albino Buffalo to Government House

Ahok, sapaan akrab Basuki mengatakan, keterangan yang dituliskan Kemendagri dalam dokumen evaluasi APBD DKI bersifat multi tafsir.

"Dia pakai keterangan yang bersayap," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Jum'at, 8 Januari 2016.

Peluang Liverpool Gaet Xabi Alonso Mengecil

Kemendagri merasa PMP tak layak karena ketiadaan Peraturan Daerah (Perda) induk tentang penyertaan modal. Ketiadaan Perda yang memuat rincian membuat Kemendagri tak bisa menilai kelayakan PMP.

Ahok mengatakan dalam keterangan evaluasinya, Kemendagri mencantumkan saran tentang perhitungan yang harus diikuti agar PMP yang menggunakan dana APBD bisa dipastikan balik modal.

Meski menganggap pelarangan tidak seharusnya terjadi, Ahok mengatakan DKI akan tetap mempelajari, termasuk melihat kemungkinan tentang perlunya menyusun Perda bersama DPRD agar PMP bisa tetap dianggarkan. DKI sendiri berencana memperkuat fungsi dari masing-masing BUMD dengan memberikan PMP.

"Kita pelajari saja (hasil evaluasi APBD). Soalnya dia (Kemendagri) kasih saran juga (agar PMP tidak merugikan)," ujar Ahok.

Berdasarkan data yang dihimpun, besaran PMP yang disetujui adalah Rp2,2 triliun untuk PT MRT. Sementara besaran PMP yang tidak disetujui adalah Rp1,2 triliun (Jakpro), Rp280 miliar (PAL Jaya), Rp600 miliar (Bank DKI), Rp50 miliar (Dharma Jaya), Rp750 miliar (TransJakarta), dan Rp200 miliar (Pasar Jaya).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya