Laporan Keuangan DKI Dapat WDP, DPRD Akan Bentuk Pansus

Gedung Balai Kota DKI
Sumber :
  • Dedy Priatmojo/VIVAnews

VIVA.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kembali diperolehnya opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) oleh Pemerintah Provinsi DKI dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan tahun 2015.

5 Tips Kelola Laporan Keuangan dengan Efektif, Biar Bisnis Makin Cuan!

Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan pembentukan Pansus adalah amanat Kementerian Dalam Negeri. Pansus akan dibentuk selambat-lambatnya 60 hari setelah penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, Rabu, 1 Juni 2016. Pansus akan menyelidiki perihal tidak meningkatnya opini yang diterima dari LHP tahun sebelumnya.

"Mengapa masih sama seperti tahun lalu opininya? Apa sebenarnya langkah yang telah diambil Pemprov (sebagai iktikad untuk memperbaiki opini)?," ujar Sani, sapaan Triwisaksana, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis, 2 Juni 2016.

Tambah Koleksi Penghargaan, bankjatim Raih Juara Satu ARA 2022

Sani belum dapat menyampaikan perkiraan penyelidikan. DPRD baru mendengar secara lisan tiga poin yang menjadi penyebab diperolehnya opini WDP oleh Pemprov DKI. "Harus kami baca dan teliti lebih dulu LHP tahun ini," ujar Sani.

Ada tiga pengecualian yang membuat DKI tidak bisa meraih opini tertinggi, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sistem Ini Bantu UMKM Logistik Kelola Laporan Keuangan, Gratis

Anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara, yang menyampaikan opini, menjelaskan ketiga pengecualian, terutama menyangkut kualitas pencatatan dan pengelolaan aset daerah.

BPK menemukan data yang berbeda terkait penerimaan kas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang belum dapat ditelusuri petugas. Hal itu diperkirakan terjadi karena pengelolaan data yang tidak memadai.

BPK juga menemukan piutang yang berasal dari konversi kewajiban perusahaan pengembang, berupa rumah susun menjadi penyetoran uang ke kas daerah, belum tercatat pemerintah. Hal yang sama terjadi dalam pelaksanaan kewajiban pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) berupa fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).

Terakhir, pengelolaan aset tetap, termasuk tanah dalam sengketa, dinilai juga tidak memadai. BPK menilai pencatatan yang tidak dilakukan melalui sistem informasi akuntansi yang tidak sesuai ketentuan menjadi penyebabnya. Inventarisasi aset menjadi tidak selesai, data juga menjadi belum valid dan belum informatif.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya