Sanusi Didakwa Terima Suap Rp2 Miliar Terkait Reklamasi

Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta M. Sanusi di Pengadilan Tipikor.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi didakwa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Pemberian suap itu dilakukan secara bertahap melalui asisten pribadi Ariesman, yaitu Trinanda Prihantoro.

KPK Tetap Usut Kasus Suap Reklamasi Jakarta

Menurut Penuntut Umum KPK, suap diberikan untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. 

Selain itu, mengupayakan agar keinginan Ariesman masuk dalam ketentuan pasal dalam rancangan peraturan daerah yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, Ariesman juga diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudera, perusahaan pemegang persetujuan prinsip reklamasi Pulau G.

Sanusi Kesal Saung-saung Lapas Sukamiskin Dibongkar

"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Penuntut Umum KPK Ronald F. Worotikan, saat membacakan berkas dakwaan Sanusi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2016. 

Ronald menjelaskan, pada Desember 2015, Sanusi yang juga anggota Badan Legislasi Daerah DPRD DKI, melakukan pertemuan dengan Sugianto Kusuma alias Aguan, selaku Chairman Agung Sedayu Group bersama beberapa Anggota DPRD DKI lainnya di rumah Aguan, di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Pulau Reklamasi Disegel, Saham Agung Podomoro Sempat Goyang

Pertemuan itu juga dihadiri Ariesman, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, Anggota Balegda Provinsi DKI Mohamad Sangaji alias Ongen, serta Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Selamat Nurdin. 

"Dalam pertemuan dibahas mengenai percepatan pengesahan Raperda RTRKSP," kata Ronald.

Menindaklanjuti pertemuan itu, Ariesman menugaskan Trinanda memantau jalannya pembahasan Raperda reklamasi Pantai Utara Jakarta itu melalui terdakwa Sanusi.

Kemudian, pada kurun waktu Februari 2016, Sanusi kembali bertemu dengan Aguan dan Ariesman di Harco Glodok, Mangga Dua, Jakarta Pusat. Pada pertemuan itu turut hadir anak Aguan, Richrad Halim Kusuma alias Yung Yung, yang merupakan Direktur Utama PT Agung Sedayu Group.

"Dalam pertemuan tersebut Sugianto Kusuma alias Aguan meminta kepada terdakwa untuk menyelesaikan tugasnya dalam hal pembahasan teknis isi Raperda RTRKSP Jakarta," ungkapnya.

Ronald pun menuturkan, dalam pembahasan rancangan peraturan daerah itu antara Balegda DKI dan Pemprov DKI, pada 15 Februari 2016, terdakwa Sanusi menginginkan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak total lahan yang dapat dijual, tidak dicantumkan dalam rancangan. Sanusi berdalih pasal itu memberatkan pihak pengembang, dan menyarankan agar diatur dalam Peraturan Gubernur.

Lalu, pada 1 Maret 2016, Ariesman kembali melakukan pertemuan dengan Sanusi di Kantor Agung Sedayu Group. Pertemuan itu kembali dihadiri Aguan danRichard Halim Kusuma. Di sana, Ariesman meminta Sanusi mengubah draf pasal tambahan kontribusi 15 persen.

Pada 3 Maret 2016, Ariesman bertemu lagi dengan Sanusi. Ariesman yang keberatan dengan kontribusi 15 persen, berjanji memberikan uang Rp2,5 miliar kepada Sanusi, jika pasal kontribusi tambahan dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi.

Sanusi kemudian mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat 5 yang semula tertulis "cukup jelas" menjadi, "tambahan konstribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengonversi dari kontribusi (yang 5 persen), yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan pengembang."

Sanusi kemudian menyerahkan memo berisi tulisan penjelasan pasal tersebut kepada Heru Wiyanto, selaku Kepala Bagian Perundang-undangan Sekretaris Dewan DPRD DKI Jakarta. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan dalam tabel masukan rancangan peraturan daerah dan diserahkan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Tetapi Ahok setelah membaca tabel masukan itu menyatakan menolak, dan menuliskan disposisi kepada Ketua Badan Legislatif Daerah DPRD DKI Mohamad Taufik, dengan membubuhkan catatan, "gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi."

Taufik kemudian meminta Kepala Sub Bagian Raperda Sekretaris Dewan Provinsi DKI Jakarta, untuk mengubah penjelasan terkait tambahan kontribusi yang semula tercantum "cukup jelas", menjadi ketentuan Pasal 111 ayat 5 huruf c dengan penjelasan: "yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta, terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi."

Pada 11 Maret 2016, Sanusi kembali menghubungi Trinanda Prihantoro. Sanusi mengatakan telah terjadi kesepakatan antara Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal tambahan kontribusi yang diinginkan Ariesman.

Alhasil, pada 28 Maret 2016, Sanusi memerintahkan staf pribadinya, Gerry Prastia, untuk menagih janji pemberian yang akan diberikan Ariesman. Penyerahan uang tahap pertama dilakukan Trinanda kepada Gerry.

Uang sebesar Rp1 miliar dimasukan dalam sebuah tas laptop berwarna hitam. Gerry kemudian menyerahkan uang itu kepada Sanusi di  SPBU Jalan Panjang, Jakarta.

Sementara penyerahan kedua dilakukan 31 Maret 2016. Trinanda menyerahkan uang tunai sejumlah Rp1 miliar di dalam tas ransel warna hitam kepada Gerry di Gedung Agung Podomoro Land Tower, Jakarta Barat. Selanjutnya, Gerry menemui Sanusi di FX Mall Senayan, Jakarta, dan menyerahkan uang tersebut kepada Sanusi.

Setelah uang diterima, Sanusi kemudian ditangkap KPK. Pada keesokan harinya, 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri kepada KPK.

Atas perbuatan tersebut, Sanusi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya