Kasus Korupsi Pemeliharaan Taman Batal Dilimpahkan ke Kejati

Ilustrasi pelaku kejahatan
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Berkas perkara dugaan korupsi pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Suku Dinas (Sudin) Pertamanan dan Pemakaman Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun Anggaran 2015, batal dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016. Penyebabnya, salah satu tersangka TS masih dirawat di rumah sakit.

Hari Ini 16 Taman di Jakarta Mulai Buka, Berikut Daftarnya

“Kami telah berkordinasi dengan jaksa soal pelimpahan kasus ini, dan penyerahan tersangka akan dilakukan setelah kondisi tersangka TS membaik,” kata Kepala Subdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ferdy Irawan, di Polda Metro Jaya, Selasa, 30 Agustus 2016.

Pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut merupakan hasil penyelidikan tim Subdit V Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Pengungkapan juga berdasarkan kecurigaan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang melihat ada ketidakberesan dalam pengelolaan RTH di Jakarta Timur.

Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Kembali Dibuka Secara Bertahap

Ferdy mengatakan, pagu anggaran pemeliharaan RTH tersebut adalah sekitar Rp70,5 miliar. "Pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Pepres Nomor 70 Tahun 2012 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah," katanya.

Dalam kasus itu, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka, yakni MR (pejabat pembuat komitmen/ PPK) yang juga menjabat sebagai Kepala Sudin Pertamanan Pemerintah Kota Jakarta Timur, dan TS yang berperan sebagai perekrutan pekerja fiktif.

KPK Perpanjang Penahanan 2 Tersangka Proyek RTH Bandung

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Fadil Imran mengatakan, modus operandi yaitu tersangka MR bekerja sama dengan tersangka TS dalam perekrutan pekerja fiktif. Tersangka MR lantas membuat Surat Perjanjian Kerja (SPK) Pekerja Harian Lepas (PHL) dengan tanggal mundur.

"Setelah adanya pemeriksaan dan pengecekan PHL di lokasi ditemukan adanya pekerja fiktif yang menerima gaji serta PPK (tersangka MR) menerima sejumlah uang hasil pekerja fiktif dari tersangka TS," kata Fadil.

Fadil menjelaskan, tersangka MR menampung uang bayaran PHL dengan membuatkan buku rekening bank DKI, sehingga uang gaji yang turun dari Pemerintah Provinsi DKI langsung ditampung oleh tersangka. Adapun pekerja yang sempat diminta data dan KTP saat pembukaan rekening hanya diberikan imbalan uang Rp200 ribu per orang selama tiga bulan berturut-turut.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)  Perwakilan Provinsi DKI Jakarta terdapat kerugian negara sekitar Rp12 miliar.

Dalam kasus ini, sejumlah 68 saksi telah dimintai keterangan. Mereka antara lain, Sudin Pertamanan dan Pemakaman Kota Administrasi Jakarta Timur delapan orang, ahli tiga orang, satu orang ahli LKPP,  satu orang ahli pidana dan satu orang ahli penghitungan kerugian negara/ BPKP Provinsi DKI Jakarta, koordinator/ pengawas PHL 19 orang, PHL 16 orang, PHL fiktif 22 orang.

Penyidik juga telah menyita barang bukti, di antaranya Surat Keputusan (SK) Jabatan, dokumen kontrak, dokumen pembayaran, buku tabungan dan ATM Bank DKI serta uang tunai sebesar Rp308 juta.

Atas perbuatannya, para tersangka melanggar Pasal 2, Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya