Cerita Derita Bom Kuningan dan Momen Bertemu Pelaku

Peringatan Satu Dekade Bom Kuningan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Tragedi bom di kedutaan besar Australia pada 9 September 2004 silam masih menyisakan derita pada para korbannya. Seperti Sudirman, salah satu petugas satuan pengamanan (satpam) kedubes yang saat kejadian sedang bertugas tepat di lokasi ledakan.

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

12 tahun setelah kejadian, Sudirman masih harus menjalani terapi atas gangguan syaraf di tangan kirinya, dan mengonsumsi sejumlah obat secara rutin hingga hari ini. Bahkan, mata sebelah kirinya pun tak lagi bisa berfungsi, akibat tertusuk serpihan bom yang diledakkan dari mobil box pelaku kala itu.

"Saya pribadi kehilangan mata kiri saya. Tangan saya juga mengalami gangguan syaraf, yang sampai hari ini pun masih harus meminum obat penyembuhan syaraf," ujar Sudirman dalam acara peringatan tragedi bom Kuningan, di sebuah restoran kawasan Slipi, Jakarta Barat, Sabtu, 10 September 2016.

Siswa SMA Buat Prank Teror Bom Koja Trade Mall Bawa Nama Noordin M Top Saat Kelas Berlangsung

Hal yang sama juga dialami oleh seorang korban bom Kuningan bernama Mulyono, yang kini menjadi menjabat sebagai Ketua Forum Kuningan. Akibat ledakan bom dari mobil box pelaku yang meledak tak jauh dari tempatnya berada kala itu, Mulyono pun harus rela kehilangan rahangnya.

"Luka saya cuma sedikit. Tapi rahang saya hancur dan harus ditransplantasi dari tulang kaki saya. Pengobatan saya berjalan selama dua tahun empat bulan di Singapura, dan satu tahun lebih terapi di Australia," kata Mulyono saat ditemui di acara peringatan tragedi bom Kuningan tersebut.

Polisi Tangkap 6 Siswa SMA yang Prank Teror Bom Koja Trade Mall Bawa Nama Noordin M Top

Mulyono mengaku, setahun lebih setelah kejadian nahas tersebut, dia hanya bisa makan melalui selang yang langsung dimasukkan ke lambungnya. Bahkan, hingga hari ini implan di kepalanya masih sering terasa sangat menyakitkan, terutama saat bangun tidur di pagi hari.

"Satu tahun lebih saya harus makan dengan selang, dituang susu, dan dimasukkan ke lambung saya. Bahkan setiap pagi saya sakit kepala, karena implan saya masih sakit," ujarnya.

Namun, baik Sudirman maupun Mulyono mengaku bersyukur masih diberi kesempatan hidup hingga hari ini. Oleh karenanya, mereka pun mendedikasikan hidupnya saat ini, dengan melakukan sejumlah kampanye antikekerasan bersama Aliansi Indonesia Damai (AIDA), ke sekolah-sekolah yang berada di sejumlah daerah.

"Kami terlibat dengan berbagai macam kegiatan AIDA dan menjadi duta perdamaian. Saya mengunjungi sekolah-sekolah, untuk memberikan pelayanan mengenai kekerasan yang tidak boleh dibalas dengan kekerasan," kata Mulyono.

Mengunjungi pelaku teror bom

Selain itu, Mulyono dan Sudirman mengaku sempat mengunjungi para pelaku aksi teror yang dipenjara di sejumlah lapas. Dengan tanpa membawa sedikit pun rasa dendam, mereka berbicara dari hati ke hati kepada para pelaku teror, bahwa apa yang mereka lakukan sesungguhnya merugikan banyak orang.

Tak jarang, para pelaku teror yang kini dipenjara itu pun bahkan sampai menangis dan mengaku menyesal, usai berdialog dengan Sudirman dan Mulyono, yang merupakan korban hidup dari aksi brutal yang mereka sebut sebagai jihad tersebut.

"Kami juga kunjungan ke lapas, kami juga bertemu dengan para pelaku yang masih memiliki keyakinan bahwa hal itu adalah jihad. Sebab, misi kami adalah meyakinkan mereka bahwa hal tersebut bukanlah hal yang benar," ujar Mulyono.

"Persepsi korban seperti kami itu kuat. Karena para pelaku tak pernah tahu bagaimana nasib korban dan apa yang dirasakan oleh korban. Sehingga, banyak dari para pelaku itu mengaku jika mereka merasa bersalah dan menangis di hadapan kami," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya