Pengamat: Program Agus Bangun Tanpa Gusur Bukan Mustahil

Hunian di bantaran sungai
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Calon Gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, menjadi sorotan lantaran berjanji tidak menggusur warga di bantaran kali. Dia memilih menggeser sedikit bangunan itu.

AHY Ungkap Ternyata Wali Kota Surabaya Teman Sekelasnya Kuliah Doktor

Hal itu langsung menuai polemik. Ada yang bilang konsep itu tidak jelas, bahkan tak sedikit pula yang mengolok-oloknya.

Menurut pengamat tata perkotaan, Stevanus J Manahampi, hal yang disampaikan Agus bukan barang baru dan bisa diterapkan, terutama terkait konsep menggeser.

Pakai Sarung dan Peci, AHY Sowan ke Rais Aam PBNU

"Soal geser dan bukan gusur, misalnya. Strategi ini sudah sering digunakan oleh Perumnas dalam peremajaan hunian-hunian lama yang sudah kumuh dan memerlukan peremajaan," kata Stevanus kepada VIVA.co.id pada Selasa, 31 Januari 2017.

Pria yang berprofesi menjadi arsitek itu mencontohkan konsep menggeser sedang dijalankan Perumnas di Sukaramai, Medan. Konsepnya mengubah dari empat lantai menjadi 19 lantai.

Emil Dardak Bicara 'Kuda Hitam' AHY dan Nasib Demokrat pada 2024

"Kebetulan saya salah satu tim perencananya. Rusun Sukaramai Medan dari empat lantai akan dikembangkan jadi 19 lantai. Warga lama dapat ganti rugi unit dengan luasan yang sama dengan unit mereka sebelumnya. Selama konstruksi, mereka diberi uang kontrakan," ujar Stevanus.

Dengan konsep itu, menurut Stevanus, selain warga mendapatkan hunian yang layak, juga bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat. "Dari metode pengembangan ini, tidak saja berhasil meningkatkan kualitas hunian bagi warga asli yang sudah tinggal lama di sana, tapi juga menyediakan kurang lebih 1.700 unit hunian baru," kata Stevanus.

Dia menilai, konsep penataan kota yang diusung Agus berfokus kepada subjek, yaitu warga kota. "Dia (Agus) tampaknya paham bahwa warga kota itu harusnya menjadi perhatian dan fokus utama, serta harus dilibatkan sebagai komponen penting dalam pembangunan dan penataan kota. Penataan kota tidak bisa melulu berorientasi pada estetika atau ekonomi. Ada aspek sosial-budaya dan psikologis yang harus juga diperhatikan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya