Kubu Ahok Tegaskan Tidak Menyadap SBY dan Ma'ruf Amin

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat sidang perkara penodaan agama.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Pool/Seto Wardhana

VIVA.co.id - Salah satu tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, I Wayan Sudirta, mengancam siapa pun yang berani menyebut mereka melakukan penyadapan terhadap percakapan antara Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin. Mereka tidak segan melaporkannya ke polisi.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"Untuk klarifikasi dan pencerahan kepada masyarakat. Kalau ada orang yang menyatakan, siapa pun dia, kalau ada ya, yang menyatakan bahwa penasihat hukum punya transkrip pembicaraan, itu bohong dan perlu dilaporkan. Kalau ada ya," kata Wayan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin 6 Februari 2017.

Ketika ditanya apakah akan melaporan SBY dalam kasus ini, ia menjawabnya secara diplomatis. Ia tidak mau menunjuk satu orang pun dalam kasus ini.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Siapa pun yang ngomong seperti itu. Kalau ada yang bilang pengacara punya rekaman, transkrip pembicaraan atau penyadapan, kami akan laporkan. Siapa pun dia. Karena setiap warga negara sama kedudukannya di mata hukum. Kami tidak pandang latar belakangnya," tegasnya.

Ia pun meminta siapa pun yang mempunyai prasangka tersebut, agar menunjuk orang dan individu. Sebab, menurutnya, saat ini pernyataan penyadapan hanya menjadi isu liar.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

"Saya ingin mereka unjuk muka dan data siapa pengacara yang penyadapan dan transkrip. Itu merendahkan martabat pengacara. Kami tidak akan diam. Kami menunggu dan menantang siapa saja yang berani menuduh pengacara," kata Wayan.

Namun, sekali lagi ia tidak menyebutkan siapa orang yang dimaksud dalam ucapannya. Jika nantinya ada orang yang menuduh pengacara Ahok melakukan penyadapan, baru pihaknya akan menyebut orang tersebut.

"Coba pancing agar orang berani nuduh kita lakukan penyadapan. Nanti kita sebut orangnya dan laporkan. Suruh saja dia ngomong bahwa pengacara melakukan penyadapan," ujarnya.

Sebagai pengacara, dia tahu penyadapan dilarang dalam undang-undang dan hanya penegak hukum yang diperbolehkan melakukan hal tersebut. Ia pun heran dengan isu yang sudah tersebar tetapi tujuannya tidak jelas.

"Makanya aneh, heran dan ajaib apa maksudnya mengaitkan tapi tidak jelas tujuannya. Mau kait-kaitkan tapi tidak berani jelas-jelas menuduh pengacara punya transkrip dan penyadapan. Disamarkan. Tapi orang jadi bingung. Makanya hati-hati bicara," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Ahok lainnya, Rolas Sitinjak, mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengatakan mempunyai transkrip maupun rekaman percakapan dalam sidang Ahok pada 31 Januari lalu.

"Kami sebagai kuasa hukum tidak pernah mengatakan ada kami mengetahui pembicaraan si A dengan saksi yang kami periksa. Bahwa ada rekaman kami tidak pernah mengatakan itu. Yang kami punya adalah beberapa bukti dari media dan teman lain ada pertemuan. Jadi tidak ada perkataan kami sadap," kata Rolas.

Menurutnya, dalam persidangan tersebut pihaknya hanya mengklarifikasi informasi yang ia terima melalui media.

"Mohon dicatat, kami menyatakan bahwa saksi pernah bertemu dengan si A, B, dan C. Buktinya ini bener gak ini? Sebelum ditunjukan bukti beliau menyatakan tidak, tapi setelah tunjukan beliau baca iya bener ada. Ya udah tidak apa kalau ada kita lanjutkan pertanyaan berikutnya," katanya.

Rolas menambahkan bahwa isu penyadapan tersebut hanya dilakukan oknum yang mempelintir pernyataan tim kuasa hukum. Menurut dia, mereka sengaja menggoreng dan memanas-manasi.

"Karena kami fokus di masalah hukum dan tim pengacara tidak pernah melakukan penyadapan. Bahkan kami niatkan pun tidak," kata Rolas.

Ia pun menegaskan, jika ada orang yang menyebut tim kuasa hukum Ahok mempunyai transkrip pembicaraan, rekaman dan mengetahui isi pembicaraan adalah hal bohong bahkan cenderung berbau politis. "Itu gorengan dan politis saja," tegasnya.

Ia menyadari kasus Ahok disorot oleh seluruh orang di Indonesia. Jadi, menurutnya, hal yang bodoh jika pihaknya melakukan penyadapan.

"Kami taat hukum dan kami sadar perkara ini kan disorot banyak orang. Kami tidak mungkin melakukan hal tolol, dan kami juga tidak mempunyai kemampuan itu, tapi kalau ada yang mengatakan seluruh pengacara Ahok melakukan penyadapan langsung, spontan kami beramai-ramai melaporkan ke polisi," katanya.

Awal mula isu penyadapan itu mengemuka adalah ketika pengacara Ahok, Humphrey Djemat, mencecar Ma'ruf soal pertemuannya dengan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, di kantor PBNU pada Jumat, 7 Oktober 2016.

Setelah itu, Humphrey menanyakan apakah sebelum pertemuan itu ada pembicaraan dengan SBY melalui telepon pada pukul 10.16 WIB, sebelum salat Jumat.

Humphrey yang juga Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz itu menyatakan bahwa isi pembicaraan adalah soal, pertama, mengenai permintaan agar pertemuan dengan Agus-Sylvi diatur. Kedua, SBY meminta supaya segera dikeluarkan fatwa untuk masalah penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Mendengar pertanyaan itu, Ma'ruf menjawab tidak ada. Humphrey pun menanyakan pertanyaan tersebut hingga dua kali dan kembali dijawab tidak ada oleh Ma'ruf.

"Majelis hakim, sudah ditanya berulang kali katanya tidak ada. Untuk itu kami akan memberikan dukungannya. Ya Mejelis Hakim, andai kata kami sudah memberikan buktinya dan ternyata keterangannya ini masih tetap sama, maka kami ingin menyatakan saudara saksi ini telah memberikan keterangan palsu dan minta diproses sebagaimana mestinya," kata Humphrey.

Saat giliran berbicara, Ahok menyatakan Ma'ruf menutupi riwayat hidupnya yang pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres SBY. Dia pun berterima kasih pada Ma'ruf yang konsisten menyatakan tidak berbohong.

"Saudara saksi, saya berterima kasih. Ngotot di depan hakim bahwa saudara saksi tidak berbohong, akhirnya meralat ini. Banyak pernyataan tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saudara saksi," kata Ahok.

Setelah itu, Ahok menyatakan bahwa pihaknya memiliki data yang sangat lengkap. Dia pun akan membuktikan satu per satu sehingga bisa membuat Ma'ruf dipermalukan.

Adanya ancaman terhadap Ma'ruf, dan juga penegasan adanya bukti, data, yang kuat atas pembicaraan Ma'ruf dengan SBY melalui telepon segera memancing respons publik secara luas. Mereka mengecam sikap Ahok dan tim pengacaranya. Isu adanya penyadapan pun menggelinding begitu cepat.

Situasi tersebut yang juga akhirnya membuat SBY menggelar konferesi pers. Ia menyatakan bahwa penyadapan atas dirinya adalah ilegal atau tidak sah, dan melanggar hukum.

SBY juga memohon pada Presiden Jokowi agar memberikan penjelasan mengenai penyadapan tersebut. Dari mana transkrip atau sadapan itu, siapa yang menyadap.

Alasannya, penyadapan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Berdasarkan yang dia tahu, hanya institusi negara seperti Polri, BIN, atau KPK dalam konteks pemberantasan korupsi, yang berhak melakukannya.

Oleh karena itu, SBY meminta Polri bertindak. Sebab, penyadapan ilegal bukan merupakan delik aduan. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya