Dua Jurnalis Senior, 12 Kali Kontrak, Dipecat Tanpa Pesangon

Ilustrasi surat pemecatan
Sumber :
  • flickr

VIVA.co.id – Dua jurnalis senior Info Gading Group (IGG), Saparuddin Siregar dan Hanafie, disebut mendapat perlakuan tak adil dari perusahaan tempatnya bekerja. Keduanya dipecat sepihak tanpa mendapat pesangon.

Surat pemecatan ditandatangani oleh Sukardi Dharmawan, Chief Executive Officer (CEO) di grup penerbitan majalah dan situs berita online yang bermarkas di Kelapa Gading, Jakarta Utara itu.

Ada Program JKP, Pekerja Ditegaskan Tak Dipungut Iuran Baru

Menurut kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Ade Wahyudin, Saparuddin dan Hanafie terakhir menjabat sebagai Redaktur Eksekutif di Info Gading Group. Sapar sudah berkerja sejak 2007, dan Hanafie sejak 2008. Kata Ade, keduanya dipecat tanpa alasan jelas. Apalagi selama ini keduanya mendapat predikat “baik sekali”, dan mendapat piagam penghargaan yang ditandatangani oleh Sukardi Dharmawan.

"Pemecatan keduanya tidak jelas. Dalihnya kontrak yang sudah habis. Tetapi yang janggal, keduanya ternyata sudah menandatangani kontrak lebih dari 12 kali. Itu saja sudah masuk pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan. Kini Info Gading Group melakukan pemecatan keduanya tanpa pesangon," kata Ade Wahyudin kepada VIVA.co.id, Kamis, 8 Juni 2017.

Pekerja Kena PHK Masih Berhak Dapat Pesangon Meski Sudah Ada JKP

Hanafie diberhentikan per 31 Maret 2017 dan Saparuddin Siregar diberhentikan per 17 April 2017. Kedua jurnalis senior itu kemudian mengadukan masalah ini ke LBH Pers meminta pendampingan agar sengketa ketenagakerjaan itu bisa diselesaikan.

LBH Pers lalu mengundang manajemen IGG untuk musyawarah dan melakukan pertemuan bipartit. Tetapi mereka tak menghadiri tiga kali undangan yang disampaikan.

"Baru setelah kami catatkan perselisihan ke Disnaker Jakarta Utara, ada perwakilan dari manajemen IGG yang datang untuk tripartit pertama. Dalam pertemuan itu, pihak Info Gading Group menawarkan uang damai berupa satu bulan gaji, tetapi kedua jurnalis itu menolak karena nilainya jauh dari ketentuan yang diatur dalam undang-undang," kata Ade.

Akademisi Ungkap Penyebab Utama Aturan JHT Jadi Polemik

Dalam rumus perhitungan pesangon yang tertuang pada Pasal 156 ayat (2), Undang Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kata Ade, para pekerja berhak mendapat sembilan kali upah karena sudah bekerja lebih dari delapan tahun.

"Jadi besarannya berdasarkan tahun. Nah dalam kasus ini, karena keduanya berkelakuan baik dan tidak ada masalah apalagi mendapat predikat baik sekali selama bekerja di sana, itu dikali dua. Artinya sembilan kali gaji dikali dua, jadi Info Gading Group berdasarkan ketentuan wajib membayar 18 kali gaji keduanya sebagai bentuk kompensasi," kata Ade menjelaskan.

LBH Pers menyayangkan aksi pemutusan hubungan kerja itu. Mereka meminta agar perusahaan pers untuk berlaku adil dengan pekerjanya. Akibat pemutusan hubungan kerja tanpa dibarengi pemberian hak pesangon, dua jurnalis tersebut mengalami kesulitan ekonomi, khususnya dalam membiayai kebutuhan keluarga. 

"Sebenarnya jurnalis merupakan pekerjaan inti dan tidak bisa dikontrak hingga berulang kali. Perusahaan media apabila mempekerjakan jurnalis, tidak bisa melakukan tindakan demikian. Sekali percobaan selama tiga bulan, lalu diangkat statusnya menjadi tetap. Lalu penuhi juga hak-haknya, baik kesehatan dan lainnya. Untuk kasus Info Gading, kami mencatat banyak kasus yang terjadi di sana. Beberapa kasus lain sudah diurus pihak lain," katanya.

Sementara itu perwakilan dari Info Gading Group, Rini Friyanti, angkat bicara soal permasalahan ini. Kata dia, kasus ini sebenarnya masih dalam proses penyelesaian di Disnaker Jakarta Utara untuk menemukan titik temu atau solusi antara kedua belah pihak.

"Sebenarnya ada tahapan-tahapan yang masih berjalan dalam proses di Disnaker. Sejujurnya kami belum bisa menjawab banyak soal kasus ini. Karena belum ada asas mediasi pula dari Disnakersos. Dalam waktu dekat kami akan menggelar konferensi pers. Kasus ini sudah di-handle oleh kuasa hukum kami, nanti lebih lengkapnya akan kami sampaikan di sana," kata dia saat dihubungi VIVA.co.id.

Redaksi juga sudah mencoba meminta keterangan Sukardi Dharmawan. Namun telepon dan pesan singkat tidak ditanggapi. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya