Mengapa Pemerintah 'Bernafsu' Reklamasi Teluk Jakarta

Sejumlah aktivis menggelar aksi menolak Proyek Reklamasi Teluk Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Rencana pemerintah untuk mereklamasi Teluk Jakarta, sepertinya sudah tak terbendung. Dalih kepentingan investasi, membuat proyek ini pun secara agresif dimuluskan.

Terbitkan Izin Reklamasi, Anies Kecewakan Pendukungnya

Dalam analisis Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, bentuk agresifnya pemerintah untuk proyek reklamasi ini bisa dilihat dari berbagai aspek.

Seperti, penerbitan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tanpa melibatkan publik. "KLHS cacat, karena dilakukan secara tertutup, tanpa pernah ada konsultasi kepada masyarakat," ujar Matthew Michael, perwakilan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Rabu 30 Agustus 2017.

Kalah Banding, Anies Harus Terbitkan Lagi Izin Reklamasi Pulau I

Tindakan berikutnya yakni, adanya dorongan dari Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat kepada kementerian untuk mencabut moratorium reklamasi.

Dan, yang lebih menguatkan 'agresifitas' ini adalah terbitnya Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk proyek reklamasi di Pulau C dan D. Menurut Matthew, ini mengindikasikan bahwa ada upaya memuluskan proyek reklamasi tanpa dasar hukum.

Anies Kalah Banding, Izin Reklamasi Pulau I Harus Diterbitkan Lagi

Proyek reklamasi Teluk Jakarta.

FOTO: Aktivitas reklamasi di kawasan Teluk Jakarta

Sebabnya, penerbitan HPL itu hanya berdasarkan Peraturan Gubernur No. 206/2016 tentang Rancang Bangun Lingkungan yang terbit dua hari, sebelum cuti kampanye untuk Pilkada DKI 2017.

Atas itu, Matthew pun menduga upaya memuluskan proyek reklamasi Teluk Jakarta itu sebagai kerja sama antara Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI.

"Demi mendapatkan pembiayaan untuk pembangunan tanggul laut yang ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Presiden Jokowi telah melanggar tanggung jawab konstitusionalnya untuk melindungi hak-hak rakyat," ujar Matthew.

Selain itu, terkait dengan izin lingkungan Pulau C dan Pulau D, serta Izin Lingkungan Pulau G, koalisi menduga adanya rekayasa terhadap dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang terdiri dari Kerangka Acuan, Dokumen AMDAL, dan Dokumen RKL/RPL.

Koalisi menilai, Dinas Lingkungan Hidup tidak patuh kepada sanksi administratif. Proses perubahan izin lingkungan yang disyaratkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tidak dilakukan dengan benar, karena tidak menyeluruh termasuk KLHS dilakukan hanya formalitas belaka.

"Sangat disayangkan bahwa HGB tersebut terbit," ujarnya.

Ilustrasi/Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang juga akan mereklamasi Teluk Jakarta

FOTO: Proyek NCICD (Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara) yang terintegrasi dengan reklamasi 17 pulau hunian di Teluk Jakarta.

Sementara itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah memastikan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta memang harus dilanjutkan. Ia berkeyakinan lewat proyek itu, maka pemerintah DKI akan menerima keuntungan banyak.

Salah satunya adalah dari pajak yang harus dibayarkan oleh swasta. Seperti HGB (Hak Guna Bangunan) dan pajak lainnya. "Kalau dia buka restoran di situ dapat pajak restoran, kalau hiburan dapat pajak hiburan. Ini DKI dapatnya banyak, dari urusan reklamasi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya