Ombudsman Sebut 10 Provinsi Penyebaran TKA Terbanyak

Para anggota Ombudsman RI saat memberikan pernyataan soal TKA.
Sumber :
  • VIVA/Bayu Nugraha

VIVA – Ombudsman Republik Indonesia merilis hasil investigasi mengenai TKA yang ada di Indonesia. Investigasi itu dilakukan atas prakarsa sendiri mengenai problematika penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia.

Prihatin Tambang Ilegal Marak, Cak Imin: Tambang yang Legal Saja Tak Bawa Kesejahteraan

Dari hasil temuannya, sebanyak 10 provinsi dengan penyebaran TKA terbanyak. "Di Sulawesi ada dua yaitu Sulteng dan Sultra karena itu fokus pembangunan smelter. Lalu ada di Papua Barat, Kaltim, Sumut, Kepri, Jakarta, Banten, Jabar, Jatim," ujar Komisioner ORI Laode Ida di gedung ORI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis 26 April 2018.

Rata-rata, kata Laode, semua TKA tersebut bekerja di smelter-smelter tambang. Namun, ada juga TKA-TKA yang bekerja di bidang lain namun arus penyebarannya hanya sedikit. Bahkan, dari hasil investigasi Ombudsman, rata-rata para TKA ini bekerja sebagai pekerja kasar lapangan saja. Padahal, pekerjaan tersebut menurutnya bisa dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.

Gerindra: Prabowo-Gibran Tidak Anti Tenaga Kerja Asing

"Hampir 90 persen pekerja lapangan seperti sopir. Jadi hanya bohongan harus memiliki keterampilan dan pengetahuan. Masa sih tidak ada warga negara Indonesia bisa jadi sopir," ujarnya.

Dalam investigasi ini, Ombudsman juga menemukan permasalahan dalam penempatan tenaga kerja asing yakni belum terintegrasinya data antara Kementerian/Lembaga Pusat dengan Pemerintah Daerah mengenai jumlah, persebaran dan alur keluar masuknya TKA di Indonesia.

Ini Alasan Luhut Tunjuk Bule Awasi Proyek IKN

Dari sisi pengawasan, ditemukan permasalahan belum maksimalnya pengawasan TKA di Indonesia oleh Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) melalui penegakan hukum baik berupa sanksi administrasi kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran, penyelidikan, dan penyidikan tindak pidana serta pemulangan terhadap TKA.

"Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengawasan oleh Tim Pora antara lain ketidaktegasan Tim Pora terhadap pelanggaran di lapangan, keterbatasan jumlah SDM pengawas, keterbatasan anggaran dan lemahnya koordinasi antar instansi baik pusat maupun daerah," ujarnya.

Selain itu, Ombudsman RI juga menemukan beberapa permasalahan lainnya, seperti TKA yang secara aktif bekerja namun masa berlaku Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) telah habis dan tidak diperpanjang, perusahaan pemberi kerja kepada TKA yang tidak dapat dipastikan keberadaannya, TKA yang bekerja sebagai buruh kasar, dan TKA yang telah menjadi WNI namun tidak memiliki izin kerja.

"Ada satu kasus menarik ya sekarang TKA menjadi WNI. Memperoleh IMTA pada 2015 namun sekarang sudah jadi WNI. Padahal IMTA sampai 10 tahun dulu baru jadi WNI. Ada temuan itu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya