Distribusi Vaksin COVID-19 Tak Boleh Pakai Cooler Box Memancing

Direktur Utama Technoplast, Ellies Kiswoto
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Kotak dingin penyimpan vaksin COVID-19 buatan dalam negeri ternyata diminati oleh beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin. Khususnya di negara yang wilayah geografisnya besar seperti Indonesia. 

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Kotak tersebut adalah Insulated Vaccine Carrier (IVC) buatan Technoplast Indonesia yang sudah dipakai oleh Pemerintah Indonesia untuk mendistribusikan vaksin COVID-19.

Direktur Utama Technoplast, Ellies Kiswoto mengatakan pihaknya sudah menerima permintaan dari beberapa negara untuk menyukseskan vaksinasi COVID.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Yang tertarik untuk produk ini adalah negara yang wilayahnya challenging seperti di Afrika dan Amerika Latin seperti Argentina. Karena secara geografis tersebar mirip seperti Indonesia," kata Ellies Kiswoto, dalam diskusi virtual interaktif 'Tantangan Distribusi Vaksin Covid-19 ke Seluruh Pelosok Indonesia', Selasa, 20 April 2021.

Ellies mengisahkan bahwa produk ini sebenarnya dimulai dari keinginan membantu masyarakat dan Pemerintah Indonesia yang harus menerima vaksin sebagai salah satu jalan keluar dari pandemi.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Selain soal produk vaksinnya sendiri, tantangan utama adalah soal distribusi vaksin. Sebagai contoh, vaksin Sinovac yang selama ini dipakai, hanya bisa bertahan jika berada pada suhu 2-8 derajat celcius. Jika selama distribusi, khususnya ke wilayah yang jauh dari Jakarta, suhunya di luar itu, maka vaksin yang langka dan mahal itu bisa rusak.

"Kami menemukan bahwa selama ini cooler box tanpa ada kontrol suhu. Yang tersedia hanya cooler box untuk makanan atau untuk memancing," ujar Ellies sambil tertawa.

Akhirnya, bersama tim riset di Technoplast, Eliies dan kawan-kawan berhasil membangun produk cooler box yang suhunya bisa dipantau dan memastikan suhu bisa bertahan hingga 57 jam. Namun secara resmi, Technoplast mengumumkannya 48 jam.

Ellies lalu menunjukkan langsung kotak IVC miliknya. Kotak tersebut memiliki 4 sistem penguncian sehingga benar-benar kuat. Lalu di bagian atas kotak, ada alat pengukur temperatur dan alarm yang bisa memberi tahu kondisi vaksin di dalamnya. Ada indikator perubahan warna dan bunyi jika terjadi perubahan suhu signifikan.

"Harus dibedakan apakah carrier itu vaccine carrier atau cooler box makanan dan minuman yang dipakai di pasar sekarang. Kalau termometernya tak ada, misalnya, maka bagaimana bisa memantau kondisi suhu vaksinnya?," urai Ellies.

Di dalam kotak, ada aluminium foil untuk menahan temperatur dan antibakteri. Lalu ada insulasi es yang diformulasikan secara spesial sehingga bisa lebih tahan lama mempertahankan suhu. Alarm bahkan akan berbunyi jika penguncian kotaknya tak tepat 100 persen. 

"Semuanya demi memastikan keamanan vaksinnya," imbuh Ellies.

Saat ini, kata Ellies, pihaknya bisa memproduksi hingga 60 ribu IVC perbulan. Technoplast juga sudah berhasil membuat IVC untuk vaksin Astrazeneca yang memerlukan suhu minus 20 derajat celcius, serta mengembangkan kotak untuk vaksin Pfizer yang butuh suhu minus 70 derajat celcius.

Yang segera di-launching adalah kotak IVC baru dengan teknologi geolocation IOT. Setiap kotak akan disertai alat khusus dengan barcode yang bisa dihubungkan dengan smartphone. "Geolocation IOT itu memastikan lokasinya bisa dipantau dimana, suhunya, dan berbagai detail informasi lainnya," imbuh dia. 

Satu kotak IVC bisa menampung hingga 500 dosis, dan diproduksi dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hingga 80 persen. Sejauh ini, sudah dipakai lembaga pemerintahan seperti BNPB, hingga lembaga swasta seperti Halodoc.

Dokter Bettia Bermawi, Kabid Tata Laksana dan Compliance Sentra Vaksinasi Serviam (SVS), mengatakan pihaknya sudah memakai IVC dari Technoplast tersebut. Sejauh ini pihaknya merasa sangat puas. Sebab selain sudah dilengkapi insulasi yang cukup, terbukti suhu dan vaksinnya memang terjaga. 

"Untuk Sinovac misalnya, itu tidak boleh beku, dan tidak boleh lewat 8 derajat. Ini sudah kita pakai sehari-hari di Sentra Vaksinasi. Dan ini keuntungannya, kotaknya juga mudah sekali dibersihkan," kata Bettia.

Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, yang hadir di acara itu, mengatakan bahwa distribusi vaksin memang menjadi salah satu titik kunci keberhasilan program vaksinasi nasional, selain produksi vaksinnya sendiri. Distribusi itu termasuk ketersediaan moda transportasi, hingga kotak vaksin yang bisa menjaga suhunya.

"Paling penting memang bagaimana mengelola distribusi rantai dingin ini, sehingga bisa dipastikan vaksin bisa aman sampai di fasilitas kesehatan paling ujung, dan aman ke orang yang menerima. Itu prinsip yang utama, bagaimana vaksin betul-betul punya efikasi tinggi sampai pada saat diberikan," ucap Maxi.

Beberapa langkah terobosan dilakukan pihaknya. Seperti memutus rantai distribusi tanpa harus singgah ke pemerintah provinsi, mengajak kelompok masyarakat yang berpengalaman mendistribusikan vaksin, hingga melibatkan produk dalam negeri untuk distribusi.

"Kalau sistem ini bagus, saya kira ke depan ini jadi kekuatan bagi kita melakukan perubahan dalam distribusi vaksin rutin, vaksin dii luar COVID, ke depan," katanya.

Maxi menegaskan, Pemerintah berkomitmen meyakinkan masyarakat bahwa vaksin yang digunakan, adalah betul-betul aman dan sehat. Yakni dari proses pembuatan, produksi, sampai disttribusinya.

"Semuanya dilaksanakan secara profesional dan dijaga ketat suhunya sampai ke daerah dan disampaikan ke masyarakat," ujar Maxi.

Baca juga: Vaksin Gotong Royong Dimulai Bulan Mei, Pakai Vaksin Asal Rusia

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya