Gempa Dahsyat Mungkin Guncang Jakarta

Gereja Katedral Padang rusak akibat gempa
Sumber :
  • Antara/ Ismar Patrizki

VIVAnews – Bencana, tak pernah diharapkan, tapi tak pernah bisa dielakkan. Staf Khusus Presiden Bidang Bencana, Andi Arief mengatakan, Indonesia adalah negara yang sangat rawan bencana alam, terutama gempa bumi.

Fakta-fakta Anggota TNI Tersambar Petir di Depan Mabes Cilangkap, 1 Meninggal Dunia

Sayangnya kebijakan negara yang tercermin pada politik anggaran lebih berkonsentrasi pada penanganan pasca bencana, ketimbang mitigasi.

"Padahal, negara kita adalah supermarket gempa. Ini serius,” kata Andi Arief dalam sambutannya dalam acara diskusi bertajuk ‘Kepemimpinan dalam Pengelolaan Bencana. Mencari Formulasi untuk Indonesia’ di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis 24 Juni 2010.

Golkar Terbuka Jika Jokowi-Gibran Mau Gabung: Amin, Kami Anggap Doa

Sayangnya, Indonesia belum memiliki peta hazard kegempaan (seismic hazard) – peta rekahan patahan pasca gempa bumi -- yang bisa jadi petunjuk untuk memperkirakan potensi gempa bumi yang akan datang.

“Beberapa negara, seperti Singapura punya, bahkan Malaysia pun memilikinya,” tambah Andi Arief.

Salah satu daerah yang berpotensi gempa adalah Jakarta. Ibu kota Indonesia dalam sejarahnya pernah diguncang gempa dahsyat yakni pada, 1699, 1780, 1883, dan 1903.

Viral Obrolan Lawas Billy Syahputra dengan Chandrika Chika, Ibunya Singgung Soal Narkoba

Intensitas gempa yang kian meningkat di zona patahan aktif di sepanjang pantai barat Sumatera belakangan ini memunculkan kekhawatiran, potensi gempa bisa menuju ibu kota sewaktu-waktu.

Meski kekhawatiran tersebut tak perlu dibesar-besarkan, pemerintah harus membenahi sistem manajemen bencana agar dapat mengantisipasi situasi krisis apabila gempa 'singgah' di Jakarta.

Pagi ini, staf khusus presiden mengundang ahli dari Universitas Harvard, Amerika Serikat untuk berbagi pengalaman bagaimana menangani bencana di AS, juga di China.

“China memiliki pengalaman yang baik dalam menangani gempa dan banjir seperti kita, sementara AS berpengalaman mengalami situasi krisis saat gempa,” kata asisten staf khusus presiden bidang bencana, Soeyanto.

Sementara, pakar majemen krisis dari Universitas Harvard, Arnold Howitt mengatakan, faktor koordinasi adalah kunci utama dalam menangani krisis saat bencana, antara pusat dan daerah.

“Koordinasi yang efektif bukan hanya soal kemampuan membangun relasi antar lembaga namun yang lebih mendasar adalah bagaimana mendesain relasi dan pembagian kerja yang tepat,” tambah dia.

Langkah selanjutnya dari soal kelembagaan adalah reformasi birokrasi. Howitt mengaku prihatin saat mendengar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) banyak diisi tenaga-tenaga yang tidak memiliki kompetensi bidang kebencanaan.

 “Bahkan ada temah yang berseloroh, BPBD lebih banyak diisi sarjana agama,” lanjut dia. Padahal, dengan potensi bencana yang besar, Indonesia harus memiliki tenaga yang mumpuni dalam menangani bencana.

Ditambahkan Howitt, Universitas Harvard bersedia memberikan pelatihan manajemen bencana pada tenaga-tenaga di institusi kebencanaan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya