Melongok Kuburan Massal Gempa Sumbar 2009

Kuburan massal di lokasi longsor akibat gempa di Pariaman
Sumber :
  • Antara/ FB Anggoro

VIVAnews - Pada Rabu 30 September 2009, gempa dahsyat 7,9 skala Richter mengguncang wilayah Pariaman, Sumatera Barat. Dampaknya sampai ke Kota Padang. Sedikitnya 1.117 orang tewas kala itu.

Setahun lebih paska bencana, aktivitas di bekas wilayah bencana kian normal. Namun, di Nagari Tandikek, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman, bekas-bekas gempa masih terlihat jelas.

Di sekitar Korong, wilayah setingkat dusun, Kapalo Koto, misalnya, terlihat gundukan tanah merah setinggi empat meter. Di bawah lapisan tanah itu, terkubur rumah-rumah warga yang terbenam oleh longsor.

Sementara, bukit bekas longsor masih menyisakan gerusan tanah merah berpasir yang setiap saat bisa menimbun apapun yang ada di bawahnya. Aliran irigasi yang hancur tertimbun longsor mulai ditumbuhi semak belukar.
 
Jalan menuju Korong Lubuak Laweh Jajaran dari Kapalo Koto sudah bisa dilalui kendaraan berdindingkan gundukan meterial longsor. Dua wilayah itu adalah lokasi kuburan massal para korban gempa.

Kapan Bumi Kiamat?

Beberapa menit paska gempa mengguncang, tiga korong tertimbun longsor. Di Pulau Koto, terdapat gundukan tanah yang mengubur satu sekolah dan  perumahan guru, serta beberapa warga setempat. Di Korong Cumanak, longsor akibat gempa juga menimbun ratusan rumah warga yang saat ini menjadi kuburan massal.
 
Sementara, di Korong Lubuak Laweh Jajaran, 132 warga tertimbun longsor dari sekitar 400 orang yang mendiami kawasan lereng perbukitan ini. Dari Pasar Tandikek, lokasi ketiga korong ini bisa ditempuh dengan kendaraan melewati jalan mendaki yang cukup terjal.
 
Di lokasi longsoran ini, warga tidak mendirikan kembali rumahnya yang roboh dan hilang tertimbun longsor. “Sangat berbahaya jika dijadikan pemukiman kembali, pemerintah menganggapnya sebagai zona merah bencana,” kata Wali Korong Labuah Panjang Jajaran Ismael pada VIVAnews.com.

Gempa pun masih menyisakan trauma. Menurut Ismael, banyak warga yang terkena musibah satu tahun lalu belum pulih dari trauma kehilangan sanak  keluarganya akibat bencana.
 
“Mereka lebih banyak diam dan bila mengingat kejadian itu akan memperberat usaha mereka untuk pulih,” kata Ismael. Warga kehilangan rumah, harta, serta keluarga. Segelintir korban masih terlihat tinggal di hunian sementara (huntara) yang terkesan kian tak layak karena digerus waktu.
 
Bahkan warga masih menempati sejumlah kawasan yang berada tak jauh di lokasi bekas longsor. Mereka bertahan di lokasi rawan longsor dengan alasan tidak memiliki tanah lain.
 
”Sekarang banyak warga di korong saya memilih  mengontrak rumah di Pasar Tandikek sambil menunggu realisasi transmigrasi lokal yang dijanjikan pemerintah,” kata Ismael yang sempat tertimbun 18 jam saat longsor menghancurkan dusunnya.
 
Janji ini telah diucapkan pemerintah sejak satu tahun lalu. Sekitar 100 kepala keluarga dari Korong Labuah Panjang Jajaran hingga kini masih berharap transmigrasi lokal ini bisa terwujud karena kondisi dusun mereka tidak layak untuk dijadikan lokasi perumahan. Korban dari Korong Cumanak juga bernasib serupa. Kediaman mereka yang diapit perbukitan terjal Gunung Tigo dan aliran sungai ini menyimpan potensi bencana.
 
Di depan pasar nagari, perusahaan pengembang mulai membangun gedung-gedung berkonsep minimalis yang akan dijadikan sebagai pusat pertokoan. Jalan lingkar dari Kecamatan Patamuan menuju Padang Lua, Kabupaten Agam, pun rampung dikerjakan.
 
Sejumlah rumah tipe 21 mewarnai dusun-dusun di Nagari Tandikek. Rumah ini dibangun berdasarkan inisiatif warga yang dikerjakan secara gotong royong. Sebuah lembaga kemanusian dari Kanada (GenAsisst/CWRC) menggelontorkan dana sebesar Rp18 miliar untuk membangun sebanyak 890 unit rumah warga yang hancur.
 
Saat ini, 870 unit rumah mini telah ditempati warga. ”Sisanya akan diselesaikan dalam pekan ini karena sudah mulai dikerjakan,” ujar Program Manager CWRC Mona Sorainsong. Lembaga ini hanya membantu dana sebesar Rp15,6 juta untuk membangun kembali kediaman warga yang roboh.
 
Selain bangunan bantuan dari CWRC, sejumlah bangunan semi permanen sejumlah LSM juga mewarnai Nagari Tandikek. Nagari yang hancur karena gempa dan longsor ini masih menyisakan keheningan dan kepedihan karena bencana telah merenggut banyak hal dari mereka. (Laporan: Eri Naldi, Sumatera Barat | umi)

Kondisi Gaza Jauh Lebih Hancur Dibanding Kota di Jerman Pada Perang Dunia II
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Prasetyo Edi Marsudi.

Ketua DPRD Minta Pemprov DKI Perbaiki Kualitas APBD, Singgung Permukiman Kumuh

Ketua DPRD DKI menilai RKPD tahun 2025 tidak fokus.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024