- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Tujuh lembaga hukum menyepakati adanya perlindungan kepada
peniup peluit (whistle blower) dan pelaku-pelapor (justice collaborator) tindak pidana. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, saat ini belum ada landasan hukum untuk perlindungan whistle blower.
"Sebetulnya landasan hukum belum kelihatan. Tapi itu bisa diatur," kata Patrialis, di Jakarta, Selasa, 19 Juli 2011.
Menurut Patrialis, adanya peniup peluit atau pelaku pelapor bersifat kasuistis. "Untuk whistle blower, hakim yang bisa menentukan," ujar Patrialis.
Menurut dia, sebenarnya peniup peluit sedari awal sudah terlihat, baik
oleh polisi atau jaksa. Namun, keputusan terakhir berada pada hakim. "Putusan terakhir berat atau ringannya itu adalah hakim," ucap menteri asal Partai Amanat Nasional ini.
Sebelumnya, tujuh Lembaga Hukum menyepakati perlindungan bersama terkait whistle blower dan justice collaborator. Selanjutnya, kesepakatan ini akan diimplementasikan dalam Instruksi Presiden dan Surat Keputusan Bersama.
Ketujuh lembaga tersebut adalah Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Mahkamah Agung (MA), dan Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK)
Kejaksaan Agung akan dimandatkan untuk menyusun Instruksi Presiden tersebut. Targetnya, Inpres perlindungan whistle blower dan justice collaborator rampung pada Desember 2011 mendatang. (eh)