Pemiskinan Koruptor Sebagai Terobosan Hukum

Ilustrasi korupsi
Sumber :

VIVAnews - Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendi mengatakan, diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) diharapkan dapat menjadi alat yang lebih efektif dalam memerangi berkembangnya tindak pidana korupsi (TPK).

Masih Hangat, Presiden Iran Bujuk Pakistan Gabung Aliansi Anti-Israel

Menurutnya, praktik pencucian uang (money laundring) hanya salah satu cara untuk melakukan penyamaran atau penyembunyian atas hasil korupsi. Karena itu, wacana pemiskinan koruptor dapat menjadi terobosan dalam semangat pembaruan penegakan hukum.

"Namun, dalam penerapannya tetap harus mengedepankan due process of law, dan tidak sebaliknya menegakkan hukum dengan melanggar aturan hukum itu sendiri," kata Marwan dalam Seminar Nasional: "Efektifitas Penggunaan UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Upaya Pemiskinan Koruptor" di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Senin 16 April 2012.

Pemiskinan koruptor, kata Marwan, haruslah digali dan dipahami secara benar. Apa dan bagaimana pemiskinan itu dapat dilaksanakan. Pemiskinan yang dimaksud tentunya terhadap harta kekayaan koruptor itu sendiri.

Dalam Pasal 1 angka 13 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, terdapat pengertian bahwa harta kekayaan yang dituju adalah yang berasal dari atau merupakan hasil korupsi. "Dengan kata lain, yang bukan berasal dari korupsi, tidak termasuk dalam perkara ini," jelasnya.

Dia menambahkan, dalam upaya memiskinkan koruptor, maka penggabungan UU TPK dan UU TPPU memberikan metode dan instrumen baru dalam penegakan hukum di Indonesia.

Namun, lanjutnya, keberhasilan penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, baik melalui instrumen UU TPK maupun UU TPPU, sangat tergantung dari tekad dan semangat para penegak hukum. Serta komitmen dan teladan dari seluruh komponen bangsa terhadap hukum itu sendiri.

"Jika tidak, sama saja dengan ungkapan 'ingin memberantas tikus di sawah dengan melepas ular, tetapi tetap dipegang ekornya'," kata Marwan.

Pemiskinan Koruptor Perlu Persamaan Persepsi

Meski sudah terdapat UU TPK dan UU TPPU, namun dalam penerapan upaya pemiskinan koruptor perlu dilakukan persamaan persepsi, koordinasi, komitmen, keberanian, dan integritas dari berbagai pihak yang terkait. Seperti penyidik TPPU, jaksa, dan hakim harus menggunakan UU TPPU dalam menangani perkara-perkara korupsi sebagai upaya memiskinkan koruptor.

Hal itu dikatakan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf.

Menurutnya, tanpa itu semua, maka gagasan pemiskinan koruptor hanya sebatas wacana. "Dan tidak berdampak pada penanggulangan masalah korupsi," kata Yusuf dalam acara yang sama.

Meski begitu, Yusuf melihat, pemiskinan merupakan langkah dan terobosan baru dalam upaya memberantas korupsi. Apalagi, meskipun berstatus narapidana, banyak terdakwa kasus korupsi masih dapat menikmati fasilitas sebagai layaknya orang hukuman yang dinilai mencederai rasa keadilan.

"Ketika pidana penjara sudah dirasakan tidak efektif dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku koruptor, terlebih hukuman penjara itu sendiri, maka perlu terobosan baru dan tindakan konkret. Sehingga situasi yang dirasakan tidak adil berganti menjadi rasa keadilan dan perlindungan pada masyarakat luas," tuturnya. (adi)

(Foto Ilustrasi) Antrean pengguna KRL di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat.

5 Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Indonesia, Depok Termasuk?

DKI Jakarta adalah kota dengan biaya hidup termahal. Biaya ini dihitung berdasarkan nilai konsumsi rata-rata rumah tangga per bulan.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024