Dahlan: ATC di Indonesia Ketinggalan Zaman

Dahlan Iskan
Sumber :

VIVAnews - Pihak berwenang masih menyelidiki penyebab pasti kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet-100 di Gunung Salak 9 Mei lalu. Namun, sudah muncul keraguan atas kualitas jasa pengendali lalu-lintas udara (ATC) di Bandara Soekarno Hatta. 

Terpopuler: Harga Toyota Fortuner Hybrid, Land Cruiser Tangguh Versi Murah

Seorang petugas menara ATC di Soekarno Hatta diduga memberi izin bagi pilot pesawat untuk turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal Gunung Salak memiliki ketinggian sekitar 7.000 kaki.

Dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah soal kecelakaan Sukhoi beberapa hari lalu, anggota DPR sempat mempertanyakan proses navigasi, kelayakan peralatan ATC hingga kecukupan jumlah SDM pemantau.

Timur Tengah Memanas, Australia Peringatkan Warganya Segera Tinggalkan Israel

Terkait ATC, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan hari ini mengakui bahwa kondisi perangkat ATC di dalam negeri sudah ketinggalan zaman. Maka harus segera diperbarui.

Tapi bukan berarti harus buru-buru mengimpor dari luar negeri yang berharga mahal. "Perlu memberi peluang bagi penggunaan perangkat ATC produksi dalam negeri. Sebagai bentuk respon bahwa kondisi perangkat ATC di bandara-bandara di Indonesia yang sudah ketinggalan zaman," kata Dahlan Iskan di Surabaya, Kamis 31 Mei 2012.

Dahlan menambahkan, meski tidak berhak memberi penilaian apakah memenuhi kualifikasi, ia menyebut saat ini banyak perangkat ATC terbaru hasil karya anak negeri yang bisa dimanfaatkan.

"Meski tidak berhak menilai apakah itu memenuhi kualifikasi, namun saya mendorong agar karya mereka diberi kesempatan untuk diuji. Karena dari presentasi yang saya saksikan produknya lebih canggih dibanding yang digunakan sekarang," lanjutnya.

Program Beasiswa Kuliah S1 di Jepang, Bebas Biaya dan Dapat Uang Saku Rp12 Juta Perbulan

Siap Pakai

Menurut Dahlan, sejumlah karya yang sempat ia saksikan saat ujicoba bukan lagi dalam bentuk purwarupa, melainkan siap digunakan. "Lebih unggul dari yang umumnya digunakan, tampilannya dalam bentuk 3 dimensi.

Tidak hanya melihat pergerakan pesawat, tapi juga lingkungan di sekitar seperti gunung, sungai dan lainnya. Termasuk delay-nya yang hanya dua detik, sedangkan yang sekarang dua belas detik," kata Dahlan.

Dari spesifikasi itu, diharapkan pihak terkait seperti Kementrian Perhubungan memberi kesempatan untuk menguji hasil karya tersebut.

Dahlan menyebut, perlu ada rasa percaya diri untuk menguji karya anak bangsa. "Produk itu adalah hasil jerih payah praktisi-praktisi kita dari kalangan ATC, pilot, dan perguruan tinggi yang belum tentu kalah dari produk luar negeri," ucap Dahlan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya