MK: Lambang Negara Bebas Dipakai

Peringatan Hari Pancasila
Sumber :
  • ANTARA/Nyoman Budhiana

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi memutuskan tidak ada lagi ancaman pidana bagi masyarakat atau organisasi nonpemerintah untuk menggunakan lambang negara. Masyarakat bebas menggunakan lambang negara dalam berbagai kegiatan sepanjang untuk mengekspresikan kecintaan terhadap negara (nasionalisme).

MK membatalkan Pasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan soal larangan penggunaan lambang negara.
 
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Pasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2013.
 
Menurut Mahkamah, Undang-undang tersebut hanya menentukan beberapa penggunaan yang bersifat wajib dan bersifat keizinan. Padahal secara faktual lambang negara lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan, seperti disematkan di penutup kepala, sebagai bentuk monumen atau tugu, digambarkan di baju, dan seragam siswa sekolah.

"Hal itu tidak termasuk penggunaan yang wajib maupun yang diizinkan seperti dimaksud Pasal 57 huruf d UU a quo," ujar Mahfud.
 
Karena itu, larangan penggunaan lambang negara dalam Pasal 57 huruf d UU a quo tidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas. Apalagi, larangan itu diikuti dengan ancaman pidana, yang seharusnya perbuatan yang diancam pidana seharusnya memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta).

Pengekangan
 
Mahkamah berpendapat pembatasan penggunaan lambang negara oleh masyarakat bentuk pengekangan ekspresi identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan itu dapat mengurangi rasa memiliki dan mengurangi kadar nasionalisme. Terlebih, lambang Garuda Pancasila, mutlak menjadi milik kebudayaan bersama seluruh masyarakat.
 
“Apalagi jika mengingat Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” papar Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
 
Dengan dihapuskannya Pasal 57 huruf d dalam UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, secara otomatis berlakunya Pasal 69 huruf c dalam UU yang sama, juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (hapus). Sebab, Pasal 57 huruf d UU a quo adalah larangan yang diikuti ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 69 huruf c UU yang sama.
 
“Terdapat hubungan yang erat antara kedua pasal itu sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku. Maka pertimbangan hukum Mahkamah terhadap Pasal 57 huruf d tersebut berlaku secara mutatis mutandis (otomatis, red) terhadap Pasal 69 huruf c,” tutur Fadlil.
 
Permohonan ini diajukan oleh sejumlah warga yang mengatasnamakan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila memohon pengujian pasal 57 huruf c dan huruf d yang mengatur larangan penggunaan lambang negara. Mereka adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Ryan Muhammad (mahasiswa), Bervilia Sari (pemerhati hukum), Erwin Agustian, dan Eko Santoso (pernah divonis 3 bulan karena menggunakan lambang Garuda untuk stempel organisasi).
 
Para pemohon menganggap penggunaan lambang ini justru bentuk ekspresi kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap tanah air (nasionalisme), sehingga larangan penggunaan lambang Garuda seperti diatur pasal 57 huruf c dan huruf d itu bentuk pengekangan terhadap rakyat.
 
Menurutnya, pasal 57 huruf c dan huruf d bersifat represif karena lebih berpotensi menghukum masyarakat daripada melindungi masyarakat. Pasal itu sama saja telah menjauhkan rakyat dari Garuda Pancasila yang menjadi kebanggaannya. Lambang Garuda Pancasila milik semua elemen masyarakat Indonesia, bukan hanya milik pemerintah atau pejabat negara. (eh)

Jangan Asal Obati, Ini Cara Membedakan Antara Jerawat Purging dan Breakout
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Jalan Kertanegara 16, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin 5 Februari 2024

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Sekretaris Jenderal Gerindra mengatakan kemenangan Prabowo Subianto bukan akhir dari perjuangan melainkan awal perjuangan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024